Sabtu, 31 Oktober 2009

tahlilan dalam timbangan islam 2

1. Bacaan Al Qur’an, dzikir-dzikir, dan do’a-do’a yang ditujukan/ dihadiahkan kepada si mayit.
Memang benar Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya menganjurkan untuk membaca Al Qur’an, berdzikir dan berdoa. Namun apakah pelaksanaan membaca Al Qur’an, dzikir-dzikir, dan do’a-do’a diatur sesuai kehendak pribadi dengan menentukan cara, waktu dan jumlah tertentu (yang diistilahkan dengan acara tahlilan) tanpa merujuk praktek dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya bisa dibenarakan?
Kesempurnaan agama Islam merupakan kesepakatan umat Islam semuanya, karena memang telah dinyatakan oleh Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama Islam bagi kalian, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian serta Aku ridha Islam menjadi agama kalian.” (Al Maidah: 3)

Juga Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنَ الْجَنَّةِ وَيُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ إِلاَّ قَدْ بُيِّنَ لَكُمْ

“Tidak ada suatu perkara yang dapat mendekatkan kepada Al Jannah (surga) dan menjauhkan dari An Naar (neraka) kecuali telah dijelaskan kepada kalian semuanya.” (H.R Ath Thabrani)
Ayat dan hadits di atas menjelaskan suatu landasan yang agung yaitu bahwa Islam telah sempurna, tidak butuh ditambah dan dikurangi lagi. Tidak ada suatu ibadah, baik perkataan maupun perbuatan melainkan semuanya telah dijelaskan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Suatu ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mendengar berita tentang pernyataan tiga orang, yang pertama menyatakan: “Saya akan shalat tahajjud dan tidak akan tidur malam”, yang kedua menyatakan: “Saya akan bershaum (puasa) dan tidak akan berbuka”, yang terakhir menyatakan: “Saya tidak akan menikah”, maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menegur mereka, seraya berkata: “Apa urusan mereka dengan menyatakan seperti itu? Padahal saya bershaum dan saya pun berbuka, saya shalat dan saya pula tidur, dan saya menikahi wanita. Barang siapa yang membenci sunnahku maka bukanlah golonganku.” (Muttafaqun alaihi)
Para pembaca, ibadah menurut kaidah Islam tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wata’ala kecuali bila memenuhi dua syarat yaitu ikhlas kepada Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Allah subhanahu wata’ala menyatakan dalam Al Qur’an (artinya):
“Dialah Allah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji siapa diantara kalian yang paling baik amalnya.” (Al Mulk: 2)
Para ulama ahli tafsir menjelaskan makna “yang paling baik amalnya” ialah yang paling ikhlash dan yang paling mencocoki sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Tidak ada seorang pun yang menyatakan shalat itu jelek atau shaum (puasa) itu jelek, bahkan keduanya merupakan ibadah mulia bila dikerjakan sesuai tuntunan sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Atas dasar ini, beramal dengan dalih niat baik (istihsan) semata -seperti peristiwa tiga orang didalam hadits tersebut- tanpa mencocoki sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, maka amalan tersebut tertolak. Simaklah firman Allah subhanahu wata’ala (artinya): “Maukah Kami beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya”. (Al Kahfi: 103-104)
Lebih ditegaskan lagi dalam hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa yang beramal bukan diatas petunjuk kami, maka amalan tersebut tertolak.” (Muttafaqun alaihi, dari lafazh Muslim)
Atas dasar ini pula lahirlah sebuah kaidah ushul fiqh yang berbunyi:

فَالأَصْلُ فَي الْعِبَادَاتِ البُطْلاَنُ حَتَّى يَقُوْمَ دَلِيْلٌ عَلَى الأَمْرِ

“Hukum asal dari suatu ibadah adalah batal, hingga terdapat dalil (argumen) yang memerintahkannya.”
Maka beribadah dengan dalil istihsan semata tidaklah dibenarkan dalam agama. Karena tidaklah suatu perkara itu teranggap baik melainkan bila Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya menganggapnya baik dan tidaklah suatu perkara itu teranggap jelek melainkan bila Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya menganggapnya jelek. Lebih menukik lagi pernyataan dari Al Imam Asy Syafi’I:

مَنِ اسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ

“Barang siapa yang menganggap baik suatu amalan (padahal tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah –pent) berarti dirinya telah menciptakan hukum syara’ (syari’at) sendiri”.
Kalau kita mau mengkaji lebih dalam madzhab Al Imam Asy Syafi’i tentang hukum bacaan Al Qur’an yang dihadiahkan kepada si mayit, beliau diantara ulama yang menyatakan bahwa pahala bacaan Al Qur’an tidak akan sampai kepada si mayit. Beliau berdalil dengan firman Allah subhanahu wata’ala (artinya):
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh (pahala) selain apa yang telah diusahakannya”. (An Najm: 39), (Lihat tafsir Ibnu Katsir 4/329).

tahlilan dalam timbangan islam 1

Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al Qur’an dan mengutus Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam sebagai penjelas dan pembimbing untuk memahami Al Qur’an tersebut sehingga menjadi petunjuk bagi umat manusia. Semoga Allah subhanahu wata’ala mencurahkan hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua, sehingga dapat membuka mata hati kita untuk senantiasa menerima kebenaran hakiki.

Telah kita maklumi bersama bahwa acara tahlilan merupakan upacara ritual seremonial yang biasa dilakukan oleh keumuman masyarakat Indonesia untuk memperingati hari kematian. Secara bersama-sama, berkumpul sanak keluarga, handai taulan, beserta masyarakat sekitarnya, membaca beberapa ayat Al Qur’an, dzikir-dzikir, dan disertai do’a-do’a tertentu untuk dikirimkan kepada si mayit. Karena dari sekian materi bacaannya terdapat kalimat tahlil yang diulang-ulang (ratusan kali bahkan ada yang sampai ribuan kali), maka acara tersebut dikenal dengan istilah “Tahlilan”.

Acara ini biasanya diselenggarakan setelah selesai proses penguburan (terkadang dilakukan sebelum penguburan mayit), kemudian terus berlangsung setiap hari sampai hari ketujuh. Lalu diselenggarakan kembali pada hari ke 40 dan ke 100. Untuk selanjutnya acara tersebut diadakan tiap tahun dari hari kematian si mayit, walaupun terkadang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya.

Tidak lepas pula dalam acara tersebut penjamuan yang disajikan pada tiap kali acara diselenggarakan. Model penyajian hidangan biasanya selalu variatif, tergantung adat yang berjalan di tempat tersebut. Namun pada dasarnya menu hidangan “lebih dari sekedarnya” cenderung mirip menu hidangan yang berbau kemeriahan. Sehingga acara tersebut terkesan pesta kecil-kecilan, memang demikianlah kenyataannya.

Entah telah berapa abad lamanya acara tersebut diselenggarakan, hingga tanpa disadari menjadi suatu kelaziman. Konsekuensinya, bila ada yang tidak menyelenggarakan acara tersebut berarti telah menyalahi adat dan akibatnya ia diasingkan dari masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi acara tersebut telah membangun opini muatan hukum yaitu sunnah (baca: “wajib”) untuk dikerjakan dan sebaliknya, bid’ah (hal yang baru dan ajaib) apabila ditinggalkan.

Para pembaca, pembahasan kajian kali ini bukan dimaksudkan untuk menyerang mereka yang suka tahlilan, namun sebagai nasehat untuk kita bersama agar berpikir lebih jernih dan dewasa bahwa kita (umat Islam) memiliki pedoman baku yang telah diyakini keabsahannya yaitu Al Qur’an dan As Sunnah.

Sebenarnya acara tahlilan semacam ini telah lama menjadi pro dan kontra di kalangan umat Islam. Sebagai muslim sejati yang selalu mengedepankan kebenaran, semua pro dan kontra harus dikembalikan kepada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Sikap seperti inilah yang sepatutnya dimiliki oleh setiap insan muslim yang benar-benar beriman kepada Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya. Bukankah Allah subhanahu wata’ala telah berfirman (artinya):
“Maka jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Ar Rasul (As Sunnah), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Yang demikian itu lebih utama bagi kalian dan lebih baik akibatnya.” (An Nisaa’: 59)

Historis Upacara Tahlilan
Para pembaca, kalau kita buka catatan sejarah Islam, maka acara ritual tahlilan tidak dijumpai di masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, di masa para sahabatnya ? dan para Tabi’in maupun Tabi’ut tabi’in. Bahkan acara tersebut tidak dikenal pula oleh para Imam-Imam Ahlus Sunnah seperti Al Imam Malik, Abu Hanifah, Asy Syafi’i, Ahmad, dan ulama lainnya yang semasa dengan mereka ataupun sesudah mereka. Lalu dari mana sejarah munculnya acara tahlilan?
Awal mula acara tersebut berasal dari upacara peribadatan (baca: selamatan) nenek moyang bangsa Indonesia yang mayoritasnya beragama Hindu dan Budha. Upacara tersebut sebagai bentuk penghormatan dan mendo’akan orang yang telah meninggalkan dunia yang diselenggarakan pada waktu seperti halnya waktu tahlilan. Namun acara tahlilan secara praktis di lapangan berbeda dengan prosesi selamatan agama lain yaitu dengan cara mengganti dzikir-dzikir dan do’a-do’a ala agama lain dengan bacaan dari Al Qur’an, maupun dzikir-dzikir dan do’a-do’a ala Islam menurut mereka.
Dari aspek historis ini kita bisa mengetahui bahwa sebenarnya acara tahlilan merupakan adopsi (pengambilan) dan sinkretisasi (pembauran) dengan agama lain.

Tahlilan Dalam Kaca Mata Islam
Acara tahlilan –paling tidak– terfokus pada dua acara yang paling penting yaitu:

Pertama: Pembacaan beberapa ayat/ surat Al Qur’an, dzikir-dzikir dan disertai dengan do’a-do’a tertentu yang ditujukan dan dihadiahkan kepada si mayit.
Kedua: Penyajian hidangan makanan.
Dua hal di atas perlu ditinjau kembali dalam kaca mata Islam, walaupun secara historis acara tahlilan bukan berasal dari ajaran Islam.
Pada dasarnya, pihak yang membolehkan acara tahlilan, mereka tiada memiliki argumentasi (dalih) melainkan satu dalih saja yaitu istihsan (menganggap baiknya suatu amalan) dengan dalil-dalil yang umum sifatnya. Mereka berdalil dengan keumuman ayat atau hadits yang menganjurkan untuk membaca Al Qur’an, berdzikir ataupun berdoa dan menganjurkan pula untuk memuliakan tamu dengan menyajikan hidangan dengan niatan shadaqah.

Selasa, 27 Oktober 2009

untaian kata cinta

Untaian Kata Mutiara

{Cinta Adalah Ungkapan Hati,Yang Mengandung Arti Ketetapan Dan Kemantapan Jiwa Terhadap Yang Dia Cintai}

{Tak Ada Manusia Yang Palinga Merana, Kecuali Seseorang Yang Sedang Jatuh Cinta ,Walaupun Mendapatkan Manisnya Cinta ,Selalu Menangis Disetiap Waktu Karna Takut Berpisah Denganya .Menangis Tatkala Jauh Darinya ,Dan Menangis Tatkala Dekat Denganya ‘’Berlinang Air Matanya ,Ketika Berpisah ‘’Berlinang Air Matanya Ketika Berjumpa ‘’}

(‘’Pindahkan Jiwamu Kepada Yang Kamu Cintai ‘’Niscaya Kecintaan Itu Tidak Akan Berpindah Kecuali Terhadap Kekasih Yang Engkau Cintai ‘’Berapa Banyak Tempat Yang Diburu Oleh Pemuda ‘’Tetapi Kekesih Yang Sejati Ialah Yang Pertama Kali Ia Cintai }

{Mencurahkan Pengorbanan Tuk Sang ‘’Pencipta’’ Itu Lebih Mulia ,Yaitu Lebih Mendahulukan Keridhoanya Dari Pada Keridhoan Mahluk .Lebih Takut Padanya Dari Pada Takut Kepada Mahluk .Lebih Menghinakan Diri Dihadapanya Dari Pada Dihadapan Mahluk .Pengorbanan Ini Memiliki Dua Ciri :Pertama,Mengerjakan Pekerjaan Yang Dicintai Allah Walau Jiwamu Sangat Membenci & Menghindar Darinya.Kedua,Meninggalkan Segala Sesuatu Yang Dibenci Oleh Allah Walaupun Jiwamu Sangat Menyukai Dan Mencintainya (Ibnul Qoyyim Dalam Toriqul Hijrotain)…}

{Sesungguhnya Hati Ini Akan Condong Kepada Yang Berbuat Kebaikan Dan Akan Membenci Kapada Yang Berbuat Keburukan .Dan Tidak Seorangpun Yang Banyak Berbuat Kebaikan Kecuali Allah Karena Kebaikan Yang Allah Berikan Itu Setiap Waktu Dan Setiap Saat (Ibnul Qoyyim Dalam Toriqul Hijrotain)}

{Hakikat Cinta Bisa Dilihat Dari Pengaruhnya Dan Tanda-Tandanya ,Sesuai Kadarnya Masing-Masing ,Cinta Itu Tidak Bisa Dirasakan Dengan Kedua Mata Kita ,Masing-Masing Memiliki Ciri Dan Sifat Serta Bertingkat-Tingkat ‘’Al-Alaqoh’’yaitu Tingkatan Cinta Yang Berbeda Dengan’’ Al-Khullah ‘’Yang Merupakan Tingkatan Cinta Paling Tinggi Dan Puncak Dari Rasa Cinta ,Keduanya Berbeda Dan Bertingkat –Tingkat Derajatnya Dan Tidak Terbatas (Ibnul Qoyyim Dalam Toriqul Hijrotain}

{Salah Seorang Salaf Berkata :Kemaksiatan Adalah Pintu Kekufuran Sebagaimana Ciuman Ialah Pintu Awal Berjima ,Nyanyian Ialah Pintu Perzinahan Dan Pandangan Mata Ialah Pintu Dari Al-Isqy Sedangkan Sakitilah Pintu Dari Kematian Terbatas (Ibnul Qoyyim Dalam Toriqul Hijrotain}

Senin, 26 Oktober 2009

kisah teladan

JUDUL: "Bu, Siapa sih Marilyn Monroe ?"


Ketika anakku bertanya "Bu, Siapa sih Marlyn Monroe ?"

Aisyah, anakku yang berusia 7 tahun mengalihkan pandangannya pada jadwal pertandingan sepakbola di sebuah Koran. Tapi tiba-tiba saja ia bertanya,

"Bu, siapa sih Marilyn Monroe itu?"

"Oooh... itu bintang film Amerika yang terkenal," jawabku sekenanya.

Aku mengira jawaban itu sudah cukup untuk pertanyaan Aisyah.

Tapi ternyata tidak. Ia melanjutkan jawabanku itu dengan pertanyaan lain yang membuatku cukup repot menjawabnya.

"Kalau bom seks itu maksudnya apa?" begitu tanya Aisyah.

Terus terang aku terkejut dengan pertanyaan itu. Aku diam sejenak, lalu mengatakan,

"Itu wanita yang memamerkan kecantikannya. Mereka mengira dengan begitu akan bisa terkenal, disanjung, dan mendapatkan uang dengan cepat," kataku hati-hati.

"Wahh... pasti para ratu kecantikan itu cantik sekali wajahnya ya Bu?" katanya polos.

"Ya... katanya sih memang begitu," kataku apa adanya.

Lagi-lagi kukira dialog kami akan selesai di sini, tapi ternyata tidak. Aisyah, putriku yang baru duduk di kelas 2 SD itu memang kritis. Ia pun melontarkan pertanyaan lagi yang menjadikanku lebih serius menanggapi pertanyaannya.

"Kok ibu bilangnya pakai 'katanya', memangnya Marilyn Monroe sekarang sudah tua atau sudah tidak cantik lagi?"

"Bukan begitu, dia sekarang sudah meninggal... bunuh diri..." begitu jawabku. Kupikir aku memang harus bisa menjelaskan masalah ini dengan baik kepada putriku.

Setelah perkataanku itu, Aisyah meletakkan koran yang ada di tangannya dan mendekatiku sambil mengatakan, "Kenapa bu? Kan tadi ibu bilang ia orangnya cantik, kaya, terkenal. Kenapa dia bunuh diri?"

Aku mencoba menenangkan diri dan menjawab pertanyaannya perlahan. "Yah, ia memang cantik, terkenal dan kaya. Tapi itu semua sama sekali tidak membuatnya bahagia," kataku sambil menarik nafas. Kali ini aku sudah menduga kalau jawabanku itu akan memancing pertanyaannya lagi. Justru sekarang aku yang ingin agar dia kritis terhadap jawabanku tadi. Aku pun bersiap mendengarkan pertanyaan berikutnya.

"Bagaimana mungkin bu, orang cantik, terkenal, kaya, tapi tidak bahagia?" katanya. Pertanyaan itu yang memang kutunggu.

Aku menjawab, "Ya, karena hatinya kelaparan dan mentalnya kering."

"Apa bu, hatinya kelaparan? Maksudnya bagaimana sih?" tanyanya makin penasaran.

Aku terdiam sejenak, berfikir untuk bisa menjelaskan masalah ini dengan tepat.

"Puteriku, manusia itu seperti yang diajarkan oleh agama kita terdiri dari tubuh, pikiran dan hati. Agar seseorang bisa hidup seimbang, bahagia, dan sehat, maka semuanya itu harus diberi makanan.
Makanan tubuh kita itu adalah nasi, buah atau minuman. Pikiran kita makanannya adalah ilmu pengetahuan seperti yang engkau pelajari di sekolah. Sedangkan hati, makanannya adalah iman kepada Allah. Iman kepada adanya Allah, iman dengan takdir-Nya, kasih sayang-Nya, kekuasaan-Nya dan iman kepada hari akhirat. Sepanjang apapun seseorang hidup, pasti akhirnya akan kembali kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Kita akan berhadapan dengan Allah dan mempertanggung jawabkan segala perbuatan kita di hadapan Allah... Saat itu, balasan yang kita terima hanya satu dari dua, Surga atau Neraka. Dan Allah tak mungkin tidak adil terhadap hamba-Nya ..."

Anakku tampak serius sekali memperhatikan uraian tadi. Ia pun terdiam, sepertinya berpikir. "Apakah Marilyn Monroe tidak mengetahui hal itu sehingga ia bunuh diri?" katanya.

"Tidak tahu juga ya. Tapi umumnya orang yang bunuh diri itu adalah karena putus asa dan kekecewaan yang sangat berat. Putus asa seperti itu tidak dialami oleh seorang yang beriman. Dalam surat Yusuf, Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman, "Tidaklah orang yang putus asa kepada rahmat Allah itu kecuali orang-orang yang kafir..."
Meskipun ia mengalami kesulitan, penderitaan dan berbagai kesusahan, tapi orang beriman tetap percaya pada kasih sayang Allah Subhanahu wa ta'ala. Ia bisa melakukan sholat, berdo'a, berdzikir, membaca al-Qur`an yang menjadikan hatinya terang dan jiwanya segar kembali. Karena itulah orang-orang beriman saja yang bisa hidup bahagia ...." (na)

=====

Surat Terakhir yang ditulis oleh Marilyn Monroe (saya search di google)

“Berhati-hatilah terhadap sanjungan dan terhadap kegemerlapan yang menimpamu. Sungguh aku merasa sebagai wanita yang paling sengsara di dunia ini. Aku tidak bisa menjadi seorang ibu. Aku lebih mementingkan rumah dan kehidupan keluarga terhormat diatas segala-galanya.

Sebenarnya, kebahagian hakiki seorang wanita terdapat pada ikatan kehidupan rumah tangga yang suci. Kehidupan keluarga merupakan lambang kebahagian seorang wanita, bahkan kebahagiaan seluruhnya.

” Orang-orang telah menzhalimi aku, bergelut dalam bidang hiburan, sama dengan menjadikan seorang wanita bagaikan barang murahan yang hina walau bagaimanapun banyaknya sanjungan dan ketenaran yang justru mematikan. Aku menyarankan kepada semua wanita agar jangan bergelut dalam bidang ini ataupun sebagai pemainnya. Sesungguhnya kematian mereka akan sama seperti kematianku.”

=====

Khatimah

“Bukanlah kekayaan itu dari banyaknya harta, akan tetapi kekayaan itu adalah rasa cukup yang ada di dalam hati.” (HR. Al-Bukhari no. 6446 dan Muslim no. 1051 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

#Semoga Bermanfaat.

dukun?bag 2

Oleh karena itu, kepada para penguasa dan mereka yang mempunyai pengaruh di negerinya masing-masing, wajib mencegah segala bentuk praktek tukang ramal, dukun dan sejenisnya dan melarang orang-orang mendatangi mereka.

Kepada mereka yang berwenang supaya melarang mereka melakukan praktek di pasar-pasar dan tempat-tempat yang lainnya dan secara tegas menolak segala yang mereka lakukan. Dan hendaknya tidak boleh tertipu oleh pengakuan segelintir orang tentang kebenaran apa yang mereka lakukan, karena orang-orang tersebut tidak mengetahui tentang perkara yang dilakukan oleh dukun-dukun tersebut, bahkan kebanyakan mereka adalah orang-orang awam yang tidak mengerti hukum dan larangan yang mereka lakukan.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam telah melarang umatnya mendatangi para dukun, tukang tenung dan melarang bertanya serta membenarkan apa yang mereka lakukan, karena mengandung kemungkaran dan bahaya yang sangat besar. Juga akan berakibat negatif yang sangat besar pula, karena mereka adalah orang-orang yang melakukan kedustaan dan dosa.

Hadits-hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam tersebut di atas, membuktikan kekufuran para dukun dan tukang tenung, karena mereka mengaku mengetahui hal-hal yang ghaib. Dan mereka tidak akan sampai pada maksud yang diinginkan melainkan dengan cara berbakti, tunduk, taat dan menyembah jin-jin. Dan hal ini merupakan perbuatan kufur dan syirik kepada Allah Ta’ala. Orang yang membenarkan mereka atas pengakuannya mengetahui hal-hal yang ghaib dan meyakininya, maka hukumnya sama seperti mereka. Dan setiap orang yang menerima perkara ini dari orang yang melakukannya, sesungguhnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam berlepas diri dari mereka.

Seorang muslim tidak boleh tunduk dan percaya terhadap dugaan dan sangkaan cara seperti yang dilakukan itu sebagai suatu cara pengobatan, semisal tulisan-tulisan azimat yang mereka buat, atau menuangkan cairan yang berisi rajah-rajah, dan lain-lain dari cerita bohong yang mereka lakukan. Semua ini adalah praktek-praktek perdukunan dan penipuan terhadap manusia. Maka barangsiapa yang rela menerima praktek-praktek tersebut tanpa menunjukkan sikap penolakannya, sesungguhnya ia telah mendukung mereka dalam perbuatan batil dan kufur.

Sihir sebagai salah satu perbuatan kufur yang diharamkan oleh Allah, dijelaskan dalam firman-Nya:

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولاَ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي اْلآخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ. ]البقرة: 102[

Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setanlah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu jangnalah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui. (al-Baqarah: 102)

Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa sihir adalah perbuatan kufur dan sihir dapat memecah-belah hubungan suami isteri. Sihir pada hekekatnya tidak mempunyai pengaruh dalam mendatangkan manfaat dan mudharat. Pengaruhnya semata-mata karena atas izin Allah yang Maha Kuasa, karena Dialah yang Maha Kuasa menciptakan yang baik dan buruk. Bahayanya yang besar itu karena semakin dibesar-besarkan oleh orang-orang yang sengaja mengada-adakan kebohongan diantara orang-orang yang mewarisi dari orang-orang musyrik, dengan mempengaruhi orang-orang yang lemah akalnya. Sesungguhya kita milik Allah, kita akan kembali kepada Allah jua, dan hanya kepada-Nya kita berserah diri. Sesungguhnya Allah sebaik-baik tempat penyerahan.

Ayat yang mulia ini juga menunjukkan bahwa orang-orang yang mempelajari ilmu sihir, sesungguhnya mereka mempelajari hal-hal yang hanya mendatangkan mudlarat bagi diri mereka sendiri, tidak mendatangkan manfaat sedikitpun, dan tidak pula mereka mendapatkan bagian sesuatu kebaikan di sisi Allah Ta'ala. Ini merupakan ancaman yang sangat besar yang menunjukkan betapa besar kerugian yang diderita oleh mereka di dunia ini dan di akhirat nanti. Mereka sesungguhnya telah memperjual-belikan diri mereka dengan harga yang sangat murah. Itulah sebabnya Allah mengatakan:

وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ. ]البقرة: 102[

Dan alangkah buruknya perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir itu, seandainya mereka mengetahui. (al-Baqarah: 102)

Kita memohon kepada Allah kesehatan dan keselamatan dari kejahatan sihir dan semua jenis praktek perdukunan serta tukang sihir dan tukang ramal. Kita memohon pula kepada-Nya agar kaum muslimin terpelihara dari kejahatan mereka. Dan semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan pertolongan kepada kaum muslimin agar senantiasa berhati-hati terhadap mereka, dan melaksanakan hukum Allah dengan segala konsekwensinya kepada mereka, sehingga manusia menjadi aman dari kejahatan mereka dan segala praktek keji yang mereka lakukan.

Demikianlah bahaya kekufuran dan kesesatan yang diakibatkan oleh sihir dan perdukunan. Sadarlah wahai kaum muslimin dari kealpaan kalian terhadap praktek-praktek yang dilakukan oleh paranormal, dukun-dukun dan tukang sihir yang akan mengakibatkan kalian terjerumus ke dalam lubang kehancuran dan kenistaan.

Sumber Rujukan:

- Risalah Tentang Hukum Sihir dan Perdukunan, dicetak dan diterbitkan oleh Departemen Urusan KeIslaman, Wakaf, Dakwah dan Bimbingan Islam, Kerajaan Saudi Arabia.

Penulis: Buletin Manhaj Salaf Cirebon
Sumber: http://akhwat.web.id/muslimah-salafiyah/aqidah-manhaj/sihirperdukunan-menghancurkan-ummat/

dukun?bag 1

Pada era reformasi ini perdukunan dan sihir makin tumbuh subur dan berkembang pesat bak cendawan di musim hujan. Dengan dibukanya kran kebebasan, keduanya pun berkembang bebas tanpa kendali dari pihak mana pun.

Kita bisa melihat iklan-iklan di media massa dan media cetak semakin jor-joran mempropagandakannya (bahkan lewat Internet, seperti taqorr****.com red). Pertunjukan-pertunjukkan sihir dan perdukunan pun makin berani secara terbuka dipertontonkan di hadapan masyarakat.

Muncul pula brosur, buku dan majalah-majalah yang mengkampanyekan praktek-praktek perdukunan dan sihir. Mereka memanfaatkan era kebebasan ini sebagai pemuas nafsunya guna memperoleh keuntungan duniawi tanpa memperhatikan efek negatifnya terhadap umat. Demikian pula belum ada upaya yang jelas dari pihak penguasa untuk membatasi ruang gerak mereka atau memberantasnya.

Ironisnya, propaganda mereka ini makin laris manis dan disambut dengan gegap gempita oleh umat yang mayoritasnya beragama Islam. Banyak diantara mereka yang melakukan pengobatan terhadap penyakit yang dideritanya, meminta diberikan jodoh dan lainnya kepada para dukun atau paranormal. Demikian pula hampir di setiap pertunjukan akrobat atau sirkus yang di dalamnya menampilkan sihir dibanjiri oleh penonton yang -sekali lagi- mayoritas dari mereka adalah muslimin.

Mengapa hal ini dapat terjadi di tengah umat dan para penguasa yang mayoritas dari mereka beragama Islam?

Sudah makin parahkah kondisi aqidah ummat ini?

Dimanakah kalian wahai kaum muslimin?

Sebagai peringatan bagi kita semua, kami tulis bahaya perdukunan dan sihir terhadap aqidah umat Islam yag kami sarikan dari buku Risalah Tentang Hukum Sihir dan Perdukunan oleh Syaikh Bin Baaz.

Akhir-akhir ini banyak tukang ramal yang mengaku dirinya sebagai tabib/dokter, dan mengobati orang sakit dengan jalan sihir atau perdukunan. Mereka kini banyak tersebar di berbagai negeri. Orang-orang awam yang tidak mengerti sudah banyak yang menjadi korban pemerasan mereka. Maka sebagai nasehat yang ikhlas untuk Allah, kamudian untuk para hamba-Nya, kami ingin menjelaskan tentang betapa besar bahayanya terhadap Islam dan umat Islam, oleh adanya ketergantungan kepada selain allah, serta bertolak belakang dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.

Dengan memohon pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala kami katakan bahwa berobat dibolehkan menurut kesepakatan para ulama. Seorang muslim hendaklah berusaha mendatangi dokter yang ahli, baik penyakit dalam, pembedahan, saraf, maupun penyakit luar lainnya untuk diperiksa apa penyakit yang diderita, dan kemudian diobati sesuai dengan obat-obat yang dibolehkan oleh syariat sebagaimana yang dikenal oleh ilmu kedokteran. Dilihat dari segi sebab dan akibat yang biasa berlaku, hal ini tidak bertentangan dengan ajaran tawakal kepada Allah dalam Islam. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan penyakit dan menurunkan pula obatnya. Ada diantaranya yang sudah diketahui oleh manusia dan ada yang belum diketahui. Akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menjadikan penyembuhannya dari sesuatu yang telah diharamkan kepada mereka.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

مَا أَنْزَلَ اللهُ مِنْ دَاءٍ إِلاَّ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءٌ. (رواه البخاري)

Tidaklah Allah menurunkan satu penyakit, kecuali Allah turunkan pula obatnya. (HR. Bukhari)

Dalam riwayat disebutkan:

لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ… )رواه مسلم)

Bagi tiap-tiap penyakit ada obatnya… (HR. Muslim)

Oleh karena itu tidak dibenarkan pada orang yang sakit, mendatangi dukun-dukun yang mendakwahkan dirinya mengetahui hal-hal yang ghaib, untuk mengetahui apa sakit yang dideritanya. Tidak diperbolehkan pula mempercayai atau membenarkan apa yang mereka katakan. Karena sesuatu yang mereka katakan mengenai hal-hal yang ghaib itu hanya didasarkan atas perkiraan belaka, atau dengan cara mendatangkan jin, dan meminta pertolongan jin-jin itu tentang sesuatu yang mereka inginkan. Dengan cara demikian dukun-dukun tersebut telah melakukan perkara-perkara kufur dan penyesatan.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menjelaskan dalam berbagai haditsnya sebagai berikut:

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةُ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا. (رواه مسلم في صحيحه)

Barangsiapa yang mendatangi ‘arraaf (tukang ramal) dan menanyakan sesuatu kepadanya, tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari. (HR. Muslim)

مَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا نَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ. (رواه أبو داود)

Barangsiapa yang mendatangi dukun dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad. (HR. Abu Dawud)

مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَ أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ. (أخرجه أهل السنن الأربع وصححه الحاكم)

Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal atau dukun dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad shallallahu'alaihi wa sallam. (HR. empat ahlu sunan dan disahihkan oleh Hakim)

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرُ أَوْ تُطَيَّرُ لَهُ أَوْ تَكَهِّنُ أَوْ تُكَهِّنُ لَهُ أَوْ سَحَرَ أَوْ سُحِرَ لَهُ، وَمَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ. (رواه البزار بإسناد جيد)

Bukan dari golongan kami, orang yang menentukan nasib sial dan untung berdasarkan tanda-tanda benda seperti burung dan lain-lain; atau yang bertanya kepada dukun dan yang mendukuninya, atau yang menyihir dan yang meminta sihir untuknya. Dan barangsiapa yang mendatangi dukun dan membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad shallallahu'alaihi wa sallam. (HR. al-Bazzaar dengan sanad jayyid)

Dari hadits-hadits yang mulia ini, menunjukkan larangan mendatangi tukang ramal, dukun dan sejenisnya; larangan bertanya kepada mereka tentang hal-hal yang ghaib; larangan mempercayai/membenarkan apa yang mereka katakan, dan ancaman bagi mereka yang melakukannya.

wajah tak berdaging 2

Saudaraku… kelaparan dan sedikit ibadah lebih baik daripada kamu memakan dari hasil meminta-minta dari orang lain seraya melakukan banyak ibadah.

Asy-Syaikh Muqbil Bin Hadi Al Wadi'i –rahimahullah- berkata: "Saya nasihatkan kepada Ahlus Sunnah agar bersabar menghadapi kemiskinan. Karena kemiskinan ini adalah keadaan yang telah dipiihkan oleh Allah untuk Nabinya Muhammad -Shollallahu alaihi wa sallam-. Dan Rabb Yang Maha Perkasa berfirman dalam Kitab-Nya yang mulia :

"Dan sesungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan ”Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun”. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan secara sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al-Baqarah: 155-157)

Perhatikanlah beberapa petikan tentang kesabaran Nabi dan para sahabatnya -radhiyallahu -Ta'ala-'anhum- di dalam menghadapi kemiskinan, kelaparan dan kekurangan di dalam pangan (tidak memiliki pakaian). Imam Muslim meriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah -radhiyallahu anhu- dia berkata:

"Pada suatu hari atau malam Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- keluar rumah, tiba-tiba bertemu dengan Abu Bakar dan Umar, lalu beliu berkata: "apa yang mengeluarkan kalian dari rumah kalian, pada saat seperti ini?"

Keduanya menjawab, "lapar ya Rasulullah"

Beliau bersabda: "demi Zat yang jiwaku ada di tangan-Nya, saya juga dikeluarkan oleh sebab yang sama yang menyebabkan kalian keluar, bangkitlah!"

Lalu keduanya bangkit bersama Beliau lalu mendatangi seorang sahabat Ansar, ternyata dia tidak ada di rumah. Namun ketika istri sahabat tersebut melihat dia berkata "selamat datang". Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- bertanya kepadanya ke mana Si Fulan? wanita itu berkata: "keluar mencari air minum untuk kami". Kemudian datanglah sahabat Ansar tersebut dan melihat Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- beserta kedua sahabatnya kemudian dia berkata, "segala puji bagi Allah, tidak seorangpun pada hari ini yang tamunya lebih mulia daripada aku".

Kemudian dia pergi dan membawa setandan kurma lengkap, ada busr (kurma muda), tamr (kurma matang) dan ruthab (kurma yang masih basah), dia berkata: "silahkan makan". Setelah itu dia mengambil pisau (untuk menyembelih kambing yang akan dihidangkan). Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- menegurnya: "hati-hati jangan ambil yang sedang menyusui". Diapun menyembelih seekor kambing. Merekapun makan dari kambing dan setandan kurma dan minum. Setelah kenyang dan hilang dahaga, Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- berkata kepada Abu Bakar dan Umar: "demi zat yng jiwaku ada di tangan-Nya kalian pasti akan ditanyai tentang kenkmatan ini pada hari kiamat. Rasa lapar telah membuat kalian keluar dari rumah kalian, kemudian kalian tidak pulang kecuali telah menyantap kenikmatan ini." [HR. Muslim (3/1609)]

Oleh karena itu janganlah engkau berkecil hati dengan kemiskinan yang menimpa dirimu dan janganlah berputus asa dari rahmat Allah karena sesungguhnya rahmat Allah itu luas maka berusahalah dengan kemampuan yang ada pada dirimu tentunya dengan cara yang halal dan bersifatlan dengan sifat qona’ah, yaitu merasa cukup dengan apa yang ada pada dirimu. Karena sesungguhya kekayaan itu bukanlah dilihat dari banyaknya harta benda akan tetapi dilihat dari lapangnya dada dalam menerima kondisi kita yang telah diberikan oleh Allah -Subhanahu wa Ta’ala-.

Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- bersabda:

"Bukanlah yang dinamakan kaya itu karena banyak hartanya, tetapi yang dianamakan kaya sebenarnya adalah kekayaan jiwa." [HR. Al-Bukhari (11/6446/Al-Fath) dan Muslim (2/zakat/726) dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu-)

Seorang penyair Arab pernah berkata:

Sungguh kekayaan itu adalah kaya akan jiwa

meski tanpa berbalut baju tanpa beralas kaki

orang tiada puas meski lebih dari sederhana

namun bila hati menerima, sebagian sajapun mencukupi

Inilah yang dapat kami uraikan dalam masalah tercelanya meminta-minta dari sejumlah ayat Al Qur’an dan Hadits yang sahih agar binasa orang yang memang pantas binasa dengan keterangan yang jelas dan hidup orang yang memang pantas hidup dengan keterangan yang nyata.

Sumber: http://almakassari.com/artikel-islam/aqidah/wajah-wajah-tak-berdaging.html

wajah tak berdaging 1

Jika kita melihat dan memperhatikan fenomena-fenomena yang terjadi belakangan ini, maka kita akan mendapati sebagian dari kaum muslimin berada di pinggir jalan mencoba mengais rezeki dengan menengadahkan tanganya kepada setiap orang yang melintas. Ini adalah suatu pemandangan yang sangat memilukan hati. Padahal meminta-minta adalah perbuatan yang tercela di dalam islam. Mereka tinggalkan usaha atau berkarya dengan tangan mereka sendiri. Padahal Allah -Subhanahu wa Ta’ala- telah menjamin rezeki bagi mereka. Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

"Tidak ada satu binatang melatapun di bumi ini melainkan Allah-lah yang mengatur rezekinya." (Hud: 6)

Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda:

"Seandainya kamu sekalian benar-benar tawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Ia memberi rezeki kepada burung. Dimana burung itu keluar pada waktu pagi dengan perut kosong(lapar), dan pada waktu sore ia kembali dengan perut kenyang." [HR.At-Tirmidzy (4/2344), Ibnu Majah (2/4164) dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (4/318), dan dia berkata: "hadits ini hasan shahih" dan disepakati oleh Adz-Dzahaby)]

Dari keterangan ini, maka jelaslah! bahwasanya setiap dari kita telah dijamin rezekinya oleh Allah -Subhanahu wa Ta’ala- tinggal usaha dari kita untuk mendapatkannya­. Karena rezeki tidak turun begitu saja dari langit, akan tetapi dibutuhkan usaha, kesungguhan serta tawakkal yang sempurna. Oleh karena itu, Nabi -Shollallahu alaihi wa sallam- memberikan perumpamaan dengan seekor burung yang keluar dari sarangnya untuk mencari rezeki. Burung itu tidak tinggal di dalam sarangnya menunggu rezeki yang datang kepadanya.Akan tetapi,dia berusaha dengan terbang kesana kemari untuk mendapatkan makanannya. Dan manusia yang Allah -Subhanahu wa Ta’ala- memberikan banyak fasilitas kepadanya dibandingkan burung (berupa kaki, tangan, hati, dll) maka itu lebih layak baginya untuk berusaha dalam mencari rezekinya. Sebagaiman firman Allah -Subhanahu wa Ta’ala-:

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

"Apabila sholat telah selesai ditunaikan maka bertebaranlah kamu sekalian dimuka bumi ini dan carilah karunia Allah." (Al-Jum’ah:10)

Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- sangat menganjurkan agar seorang muslim untuk makan dari hasil usaha sendiri dan menjaga kehormatan diri dengan tidak meminta dan mengharapkan pemberian dari orang lain. Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- bersabda:

"Sungguh salah seorang diantara kalian pergi mencari kayu bakar dan dipikulkan ikatan kayu itu di punggungnya, maka itu lebih baik baginya dari pada ia meminta-minta kepada seseorang baik orang itu memberi ataupun tidak memberinya." [HR. Al-Bukhary (4/2073/Alfath), Muslim( 2/zakat/721), dan An-Nasa’i (5/2573), dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu-]

Dan Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda:

"Tidak ada seseorang,makan makanan yang lebih baik daripada makan dari hasil usahanya sendiri dan sesungguhnya nabi Allah Daud -’alaihi salaam- makan dari hasil usahanya sendiri." [HR. Al-Bukhary (4/2072/Al-Fath), Ahmad di dalam Musnadnya (4/131, 132), dari sahabat Al-Miqdam bin Ma'dikarib -radhiyallahu anhu-)

Oleh karena itu, hendaknya setiap dari kita untuk menjaga kehormatan dirinya dengan tidak meminta-minta kepada orang lain.Karena sesungguhnya, tidaklah seseorang meminta dari orang lain, kecuali ia menjadi hina dan rendah dalam pandangan orang itu.

Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda:

"Tangan yang diatas, itu lebih baik dari pada tangan yang dibawah. Tangan yang di atas adalah tangan yang memberi dan tangan yang di bawah adalah tangan yang meminta-minta." [HR. Al-Bukhary (3/1429/Al-Fath) dan Muslim (2/zakat/717), dari sahabat Ibnu 'Umar -radhiyallahu anhuma-)

Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- telah memperingatkan akan bahaya atau balasan terhadap orang yang meminta-minta. Bahwasanya Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- bersabda:

"Seseorang diantara kalian akan selalu meminta-minta sehingga ia nanti bertemu dengan Allah sedangkan mukanya tidak ada daging sama sekali." [HR. Al-Bukhary (3/1474/Al-Fath) dan Muslim (2/zakat/720) dan Ahmad (2/15), dari sahabat Ibnu 'Umar -radhiyallahu anhuma-)

Dan Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- juga bersabda:

"Barang siapa yang meminta-minta kepada sesama manusia dengan tujuan untuk memperbanyak kekayaannya, maka sesungguhnya ia meminta bara api.Terserah padanya apakah ia mengumpulkan sedikit saja atau akan memperbanyaknya." [HR. Muslim (2/zakat/760), Ibnu Majah (2/1737), Ahmad di dalam Musnadnya(2/231), dan Al-Baihaqy dalam Sunannya (4/196), dari sahabat Abu Hurairah -radhiyallahu anhu-)

Dengan melihat ancaman seperti ini, maka seorang muslim hendaknya takut dan menahan dirinya serta menjaga kehormatannya dari meminta-minta kepada orang lain kecuali dalam keadaan darurat. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Qabishah Bin Mukhariq Al-Hilali -radhiyallahu anhu- bahwasanya dia berkata:

"Saya memiliki tanggungan (hutang, diat dan sebagainya) lalu saya mendatangi Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- untuk meminta sesuatu kepada Beliau -Shollallahu alaihi wa sallam-. Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- bersabda: "tinggallah!sampai datang kepada kami sedekah, nanti akan kami perintahkan agar dibagikan kepadamu". Kemudian Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- bersabda: "Hai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal kecuali bagi salah satu dari tiga orang, Pertama, orang yang sedang menanggung beban (denda, hutang dan sebagainya) maka ia boleh meminta sampai ia melepaskan tanggungan (beban) itu. Kedua, seseorang yang tertimpa kecelekaan/musibah yang menghabiskan hartanya, maka ia boleh meminta-minta sehingga ia bisa memperoleh kehidupan yang layak. Ketiga, seseorang yang sangat miskin,sehingga disaksikan oleh tiga orang cerdik pandai dari kaumnya bahwa "si fulan benar-benar miskin" maka ia boleh meminta-minta sehingga ia bisa memperoleh kehidupan yang layak. Hai Qabishah, meminta-minta yang selain karena tiga sebab ini maka itu adalah usaha yang haram, dan orang yang memakannya berarti makan barang yang haram." [HR. Al-Bukhary (3/1479/Al-Fath) dan Muslim (2/zakat/719)

agama itu mudah!

Kerap kali manusia mengulang-ulang perkataan ini (yaitu ucapan "Sesungguhnya agama itu mudah"), akan tetapi (sebenarnya) mereka (tidak menginginkan) dengan ucapan itu, untuk tujuan memuji Islam, atau melunakkan hati (orang yang belum mengerti Islam) dan semisalnya. Yang diinginkan mereka adalah pembenaran terhadap perbuatan mereka yang menyelisihi syari'at. Bagi mereka kalimat itu adalah kalimat haq, namun yang diinginkan dengannya adalah sebuah kebatilan.

Ketika salah seorang diantara kita ingin memperbaiki perbuatan yang menyalahi syari'at, orang-orang yang menyalahi (syari'at itu) berhujjah dengan perkataan mereka : "Islam adalah agama yang mudah". Mereka berusaha mengambil keringanan yang sesuai dengan hawa nafsu mereka, dengan sangkaan bahwa mereka telah menegakkan hujjah bagi orang yang menasehati mereka agar mengikuti syariat yang sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah.

Orang-orang yang menyelisihi syariat itu hendaknya mengetahui bahwa Islam adalah agama yang mudah. (Akan tetapi maknanya adalah) dengan mengikuti keringanan-keringanan yang diberikan Allah Jalla Jalaluhu dan RasulNya kepada kita.

Allah Jalla Jalaluhu dan RasulNya telah memberi keringanan bagi kita, ketika kita membutuhkan keringanan itu dan ketika adanya kesulitan dalam mengikuti (melaksanakan perintah) yang sebenarnya.

Asal dari ungkapan " Sesungguhnya agama itu mudah" adalah penggalan kalimat dari hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang diriwayatkan Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Sesungguhnya agama itu mudah, dan sekali-kali tidaklah seseorang memperberat agama melainkan akan dikalahkan, dan (dalam beramal) hendaklah pertengahan (yaitu tidak melebihi dan tidak mengurangi), bergembiralah kalian, serta mohonlah pertolongan (didalam ketaatan kepada Allah) dengan amal-amal kalian pada waktu kalian bersemangat dan giat"
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani menerangkan ungkapan "Sesungguhnya agama itu mudah" dalam kitabnya yang tiada banding (yang bernama) : Fathul Baariy Syarh Shahih Al-Bukhari 1/116. Beliau berkata : "Islam itu adalah agama yang mudah, atau dinamakan agama itu mudah sebagai ungkapan lebih (mudah) dibanding dengan agama-agama sebelumnya. Karena Allah Jalla Jalaluhu mengangkat dari umat ini beban (syariat) yang dipikulkan kepada umat-umat sebelumnya. Contoh yang paling jelas tentang hal ini adalah (dalam masalah taubat), taubatnya umat terdahulu adalah dengan membunuh diri mereka sendiri. Sedangkan taubatnya umat ini adalah dengan meninggalkan (perbuatan dosa) dan berazam (berkemauan kuat) untuk tidak mengulangi.

Kalau kita melihat hadits ini secara teliti, dan melihat kalimat sesudah ungkapan "agama itu mudah", kita dapati Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memberi petunjuk kepada kita bahwa seorang muslim berkewajiban untuk tidak berlebih-lebihan dalam perkara ibadahnya, sehingga (karena berlebih-lebihan) ia akan melampui batas dalam agama, dengan membuat perkara bid'ah yang tidak ada asalnya dalam agama.

Sebagaimana keadaan tiga orang yang ingin membuat perkara baru (dalam agama). Salah seorang di antara mereka berkata : "Saya tidak akan menikahi perempuan", yang lain berkata : "Saya akan berpuasa sepanjang tahun dan tidak berbuka", yang ketiga berkata : "Saya akan shalat malam semalam suntuk". Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang mereka dari hal itu semua, dan memberi pengarahan kepada mereka agar membaguskan amal mereka semampunya, dan hendaknya dalam mendekatkan diri kepada Allah Jalla Jalaluhu, (beribadah) dengan ibadah yang telah diwajibkan Allah Jalla Jalaluhu kepada mereka.

Dan hendaknya mereka tidak membuat-buat perkara yang tidak ada asalnya dalam agama ini, karena mereka sekali-kali tidak akan mampu (mengamalkannya), (sebagaimana hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) " Maka sekali-kali tidaklah seseorang memperberat agama melainkan akan dikalahkan".

Maka ungkapan "Agama itu mudah" maknanya adalah : "Bahwa agama yang Allah Jalla Jalaluhu turunkan ini semuanya mudah dalam hukum-hukum, syariat-syariatnya". Dan kalaulah perkara (agama) diserahkan kepada manusia untuk membuatnya, niscaya seorangpun tidak akan mampu beribadah kepada Allah Jalla Jalaluhu.

Maka jika orang-orang yang menyelisihi syariat tidak mendapatkan "kekhususan" (tidak mendapat celah sebagai pembenaran atas perbuatan mereka) dengan hadits diatas, mereka akan lari kepada hadits-hadits lain, yang dengannya mereka berhujjah bagi perbuatan mereka yang menggampang-gampangkan dalam perkara agama.

Diantara hadits-hadits yang mereka jadikan alasan dalam masalah ini, adalah sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Sesungguhnya Allah menyukai keringanan-keringanannya diambil sebagaimana Dia membenci kemaksiatannya didatangi/dikerjakan"
Dalam riwayat lain.
"Artinya : Sebagaimana Allah menyukai kewajiban-kewajibannya didatangi"
Hadits lain adalah sabda nabi :
"Artinya : Mudahkanlah, janganlah mempersulit dan membikin manusia lari (dari kebenaran) dan saling membantulah (dalam melaksanakan tugas) dan jangan berselisih" [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]
Hadits yang ketiga.
"Artinya : Mudahkanlah, janganlah mempersulit, dan berikanlah kabar gembira dan janganlah membikin manusia lari (dari kebenaran)".
Adapun hadits yang pertama, wajib bagi kita untuk mengetahui bahwa keringanan-keringanan dalam agama Islam banyak sekali, diantaranya : berbukanya musafir ketika bepergian, orang yang tertinggal dalam shalat boleh mengqadha (mengganti), orang yang tertidur atau lupa boleh mengqadha shalat, orang yang tidak mendapatkan binatang sembelihan dalam haji tamattu boleh berpuasa, tayamum sebagai ganti wudhu ketika tidak ada air atau ketika tidak mampu untuk berwudhu ... dan lainnya diantara keringanan yang banyak tidak diamalkan kecuali jika terdapat kesulitan dalam melaksanakan perintah yang sebenarnya.

Dan perlu kita perhatikan, bahwa keringanan-keringanan ini adalah syari'at Allah Jalla Jalaluhu dan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (dengan izin Allah Jalla Jalaluhu). Dan tidak diperbolehkan seorang muslim manapun, untuk mendatangkan (mengada-ada) keringanan (dalam masalah agama) tanpa dalil, karena hal ini adalah termasuk mengadakan perkara baru dalam agama yang tidak berdasar.

Dan perhatikanlah wahai saudaraku sesama muslim (surat Al-Baqarah ayat 185), yang menceritakan tentang puasa dan keringanan berbuka bagi orang yang sakit atau bepergian, lalu firman Allah Jalla Jalaluhu sesudah ayat itu.
"Artinya : Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu" [Al-Baqarah : 185]
Makna ini menerangkan makna mudah (menurut Allah Jalla Jalaluhu), yang maknanya adalah keringanan itu datangnya dari sisi Allah saja, tiada sekutu bagiNya. Atau (keringanan itu) dari syariat Rasulullah Shallallahju 'alaihi wa sallam dengan wahyu dari Allah Jalla Jalaluhu. Ayat ini juga menerangkan bahwa makna mudah itu dengan mengikuti hukum Allah Jalla Jalaluhu (yang tiada sekutu bagiNya) dan mengikuti syariatNya. Inilah yang bekenaan dengan hadits yang pertama tadi.

Adapun hadits yang kedua dan tiga, maka pengambilan dalil yang dilakukan oleh orang-orang yang mengikuti hawa nafsu serta menyelisihi syariat (dengan kedua hadits itu) adalah batil, dan termasuk merubah sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dari makna yang sebenarnya, dan keluar dari makna yang dimaksud.

Tafsir kedua hadits yang lalu berhubungan dengan para da'i yang menyeru kepada agama Islam. Dalam kedua hadits itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memantapkan kaidah penting dari kaidah-kaidah dasar dakwah kepada Allah Jalla Jalaluhu, yaitu berdakwah dengan lemah lembut dan tidak kasar. Maka dakwah para dai yang sepatutnya disampaikan pertama kali kepada orang-orang kafir adalah Syahadat, lalu Shalat, Puasa , Zakat. Kemudian (hendaknya) mereka menjelaskan kepada manusia tentang sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu menerangkan amal perbuatan yang wajib, yang sunnah dan yang makruh. Jika melihat suatu kesalahan yang disebabkan karena kebodohan atau lupa, maka hendaklah bersabar dan mendakwahi manusia dengan penuh kasih sayang dan kelembutan serta tidak kasar. Allah Jalla Jalaluhu berfirman.
"Artinya : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu" [Ali Imran : 159]
Sesudah memahami hadits-hadits itu, dan penjelasan makna keringanan dan kemudahan. Maka saya berkata kepada orang-orang yang merubah dan mengganti makna-makna hadits-hadits tersebut (karena ingin mengenyangkan hawa nafsu mereka dengan perbuatan itu) :

"Bertaqwalah kepada Allah Jalla Jalaluhu dan ikutilah apa yang diperintahkan kepada kalian, dan jauhilah laranganNya, dan tahanlah (diri kalian) dari merubah sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan takutilah suatu hari yang kalian dikembalikan kepada Allah Jalla Jalaluhu lalu setiap jiwa akan disempurnakan dengan apa yang ia usahakan. Dan takutlah kalian jangan sampai diharamkan dari mendatangi telaga Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lantaran kalian mengganti agama Allah Jalla Jalaluhu dan merubah sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam".

Saya mengharapkan dari Allah Jalla Jalaluhu yang Maha Hidup dan Maha Berdiri sendiri agar memberi petunjuk kepada kita dan kaum muslimin seluruhnya untuk mengikuti Al-Qur'an dan Sunnah NabiNya, dan agar Allah Jalla Jalaluhu mengajarkan kepada kita ilmu yang bermanfaat, dan memberi manfaat dari apa yang Dia ajarkan, serta memelihara kita dari kejahatan perbuatan bid'ah dan penyelewengan, serta kejahatan mengubah dan mengganti (syariat Allah).

Disalin dari Majalah : Al Ashalah edisi 15-16 hal 33-35, diterjemahkan oleh Majalah Adz-Dzkhiirah Al-Islamiyah Edisi : Th. I/No. 03/Dzulhijjah 1423/Februari 2003, hal 5 -6.Terbitan Ma'had Ali Al-Irsyad Surabaya Kategori : Aktual
Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=4

tuntutlah ilmu sampai kenegri cina?

Dalam sebuah majalah yang pernah penulis baca, dikisahkan bahwa ada seorang muballigh dari Cina tatkala berceramah di hadapan jama’ah Indonesia, dia mengemukakan hadits ini seraya berkomentar: “Bapak-bapak, ibu- ibu, seharusnya banyak bersyukur, karena bapak ibu tidak perlu repot-repot pergi ke Cina, karena orang Cina-nya sudah datang ke sini”!!!

Sepanjang ingatan penulis juga, hadits ini tercantum dalam buku pelajaran kurikulum sekolah Tsanawiyyah masa penulis (entah kalau sekarang), sehingga dulu pernah ada seorang kawan menyampaikan hadits ini tatkala latihan ceramah, kemudian ada seorang ustadz yang menegur: “Untuk apa menuntut ilmu ke China? Ilmu apa yang mau dicari di sana? Ilmu dunia atau agama?”.

Nah, apakah hadits yang kondang ini shohih dari Nabi? Inilah yang akan menjadi pembahasan kita pada edisi kali ini. Semoga bermanfaat.

.

B. TEKS HADITS

اطْلُبُوْا الْعِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنِ

Carilah ilmu sekalipun di negeri Cina.

BATHIL. Diriwayatkan oleh;

1. Ibnu Adi (2/207),
2. Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashbahan (2/106),
3. Al-Khotib dalam Tarikh (9/364) dan Ar-Rihlah 1/2,
4. al-Baihaqi dalam al-Madkhal (241, 324),
5. Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil Ilmi (1/7-8) dari jalan Hasan bin Athiyah, menceritakan kami Abu A’tikah Tharif bin Sulaiman dari Anas secara marfu’ (sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).

* Mereka semuanya menambahkan:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim


* Kecacatan hadits ini terletak pada Abu A’tikah. Dia telah disepakati kelemahannya.
* Bukhori berkata: “Munkarul hadits”.
* Nasa’i berkata: “Tidak terpercaya”.
* Abu Hatim berkata: “Haditsnya hancur”.
* Al-Marwazi bercerita: “Hadits ini pernah disebut di sisi Imam Ahmad, maka beliau mengingkarinya dengan keras”.
* Ibnul Jauzi mencantumkan hadits ini dalam al-Maudhu’at (1/215) dan berkata, “Ibnu Hibban berkata: “Hadits bathil, tidak ada asalnya.” Dan disetujui as-Sakhawi[1].

Kesimpulannya, hadits ini adalah hadits batil, dan tidak ada jalan lain yang menguatkannya[2].

C. MENGKRITISI MATAN HADITS

Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata setelah menjelaskan lemahnya hadits ini:

“Seandainya hadits ini shahih, maka tidaklah menunjukkan tentang keutamaan negeri Cina dan penduduknya, karena maksud hadits ini -kalaulah memang shahih- adalah anjuran untuk menuntut ilmu sekalipun harus menempuh perjalanan yang sangat jauh[3], sebab menuntut ilmu merupakan perkara yang sangat penting sekali, karena ilmu merupakan sebab kebaikan dunia dan akherat bagi orang yang mengamalkannya. Jadi, bukanlah maksud hadits ini adalah negeri Cina itu sendiri, tetapi karena Cina adalah negeri yang jauh dari tanah Arab, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikannya sebagai permisalan. Hal ini sangat jelas sekali bagi orang yang mau memperhatikan hadits ini”.[4]

.

D. TAMBAHANNYA SHOHIH?

Adapun tambahan dalam hadits ini dengan lafadz:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.


* Syaikh Al-Albani berkata: “Lafadz ini diriwayatkan dari banyak jalur sekali dari Anas sehingga bisa terangkat ke derajat hasan sebagaimana dikatakan oleh Al-Hafizh al-Mizzi. Saya telah mengumpulkan hingga sekarang sampai delapan jalur. Selain dari Anas, hadits juga diriwayatkan dari sejumlah sahabat lainnya seperti Ibnu Umar, Abu Sa’id, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Ali. Saya sekarang sedang mengumpulkan jalur-jalur lainnya dan menelitinya sehingga bisa menghukumi statusnya secara benar baik shohih, hasan, atau lemah. Setelah itu, saya mempelajarinya dan mampu mencapai kurang lebih dua puluh jalur dalam kitab Takhrij Musykilah Al-Faqr (48-62) dan saya menyimpulkan bahwa hadits ini derajatnya hasan”.[5]

* Al-Hafizh As-Suyuthi juga telah mengumpulkan jalur-jalur hadits ini dalam sebuah risalah khusus “Juz Thuruqi Hadits Tholabil Ilmi Faridhotun Ala Kulli Muslimin”, telah dicetak dengan editor Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi, cet Dar “Ammar, Yordania.

Namun perlu kami ingatkan di sini bahwa hadits ini memiliki tambahan yang yang populer padahal tidak ada asalnya yaitu lafadz “dan muslimah“.

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ

Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim dan muslimah.


* Tambahan lafadz وَمُسْلِمَةٍ tidak ada asalnya dalam kitab-kitab hadits. Syaikh al-Albani mengatakan, “Hadits ini masyhur pada zaman sekarang dengan tambahan وَمُسْلِمَةٍ padahal tidak ada asalnya sedikitpun. Hal ini ditegaskan oleh al-Hafizh as-Sakhawi. Beliau berkata dalam al-Maqashid al-Hasanah (hal. 277): “Sebagian penulis telah memasukkan hadits ini dengan tambahan وَمُسْلِمَةٍ, padahal tidak disebutkan dalam berbagai jalan hadits sedikitpun”.[6]

Sekalipun demikian, [ baca selengkapnya di http://abiubaidah.com/hadits-bathil-cina.html/ ]

mengapa menikah

Sebelum kita memulai pembicaraan khususnya tentang masalah tersebut maka wajib atas kita untuk mengetahui secara yakin bahwa hukum-hukum syariat semuanya adalah dalil dan semuanya sesuai pada tempatnya, tidak ada darinya sedikitpun perkara yang sia-sia dan kebodohan. Demikian itu dikarenakan hukum-hukum tersebut berasal dari sisi Dzat yang Maha Hakim dan Maha Mengetahui, adapun bagi hukum yang ada pada kalian apakah semuanya bagi makhluk? Sesungguhnya kaum Adam sangat terbatas keilmuannya, pemikirannya dan akalnya sehingga tidak mungkin dia akan mengetahui segala sesuatunya dan tidak diilhamkan untuk mengetahui segala sesuatu, Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

“…. dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit�?. (QS. Al Isra : 85)

Jika demikian… maka hukum-hukum syariat yang telah Allah syariatkan bagi para hambaNya wajib atas kita untuk meridhainya -sama saja- apakah kita telah mengetahui hikmahnya ataupun belum kita ketahui. Karena sesungguhnya manakala kita tidak mengetahui hikmah-hikmahnya, maka bukan berarti bahwa hal itu tidak ada hikmahnya di alam nyata. Tidak lain hal ini hanyalah disebabkan karena dangkalnya akal-akal kita dan pemahaman kita untuk menjangkau hikmahnya.

Diantara hikmah dari sebuah pernikahan ialah :

1) Pemeliharaan terhadap masing-masing dari sepasang suami-istri dan penjagaan terhadap keduanya, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

Wahai para pemuda barangsiapa diantara kalian yang telah memiliki kemampuan (ba-ah) maka hendaklah dia menikah karena sesungguhnya menikah lebih menjaga kemaluan dan barangsiapa yang belum memiliki kemampuan maka hendaknya dia berpuasa karena berpuasa merupakan tameng baginya (HR. Bukhari Muslim)

2) Menjaga masyarakat dari kejelekan dan rusaknya akhlak sehingga kalau sekiranya tidak ada pernikahan sungguh niscaya tersebarlah berbagai bentuk akhlak yang jelek di antara kaum pria dan wanita.

3) Masing-masing dari pasangan suami istri dapat merasakan kesenangan satu sama lainnya dengan ditunaikan kewajiban baginya dari hak-hak dan hubungan kekeluargaan. Sehingga seorang lelakilah yang akan memelihara wanitanya dan yang akan menunaikan nafkah bagi wanita tersebut baik berupa makanan, minuman, tempat tinggal maupun pakaian dengan baik, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

Dan bagi mereka (para istri) kewajiban kalianlah (para suami) untuk memberikan rizki mereka dan pakaian mereka dengan baik (HR. Ahmad)

Isteri pun memelihara hak suami dengan menunaikan apa yang menjadi kewajibannya di rumah dari masalah penjagaan dan perbaikan, bersabda Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam :

… dan istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan yang bertanggung jawab dari yang dipimpinnya

4) Merupakan sarana untuk menyembungkan antara keluarga dan suku sehingga berapa banyak dua keluarga yang saling berjauhan tidak saling mengenal satu sama lainnya, dengan adanya pernikahan menghasilkan kedekatan dan hubungan di antara keduanya. Oleh karena inilah Allah Subhaanahu wa Ta’aala jadikan mushaharah sebagai bahagian bagi nasab sebagaimana yang telah lalu.

5) Melanggengkan suatu jenis manusia dengan jalan yang benar sehingga pernikahan itu menjadi sebab bagi (kelangsungan) keturunan yang menyebabkan berlangsungnya (kehidupan) manusia, Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman :

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. (QS. An Nisaa : 1)

Dan kalau sekiranya tidak ada pernikahan niscaya akan terjadi salah satu dari dua kemungkinan:
Pertama: Binasanya (keturunan) manusia
Kedua : Atau munculnya generasi manusia dari hasil perzinahan yang tidak mengenal asal usulnya dan tidak bermoral.

Sumber : Maka.., Menikahlah, Penulis : Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin, Penerbit : Ittibaus Salaf Press.

fatwa

Al-Lajnah Da'imah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta ditanya : Bila permainan kartu tidak membuat lalai dari shalat dan tanpa memberi sejumlah uang (bertaruh) apakah itu termasuk hal yang diharamkan ?

Jawaban
Tidak boleh bermain kartu meskipun tanpa bertaruh karena pada hakikatnya permainan tersebut membuat kita lalai untuk mengingat Allah dan melalaikan shalat, walaupun sebagian orang menduga atau menganggap bahwa permainan itu tidak menghalangi dzikir dan shalat. Selain itu, permainan tersebut merupakan sarana untuk berjudi yang merupakan sesuatu yang patut diajuhi, sebagaimana firman Allah.
... Baca Selengkapnya
" Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan".[Al-Maidah : 90]

Semoga Allah memberi petunjuk. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad beserta keluarga dan para sahabatnya.

[Fatawa Al-Islamiyah, Al-Lajnah Ad-Da'imah 4/435]

Minggu, 25 Oktober 2009

kali grafi

ya Allah jadikanlah pekerjaan yg hamba lakukan ini bernilai ibadah >><<

Jumat, 23 Oktober 2009

bom bunuh diri dalam islam?

Bom Bunuh Diri Dalam Timbangan Islam
Islam Adalah Agama Yang Sempurna ,Tidak Ada Perkara Yang Berakibat Baik Bagi Manusia Kecuali Telah Diperintahkan Allah Untuk Dikerjakan .Dan Tidak Ada Perkara Yg Berakibat Jelek Bagi Manusia Kecuali Telah Dilarang Dalam Islam .Ajaran Islam Telah Melarang Aksi Bom Bunuh Diri Dengan Alat Apapun .Karena Akan Dapat Mengakibatkan Kehidupan Yang Sengsara Diakhirat.Peda Edisi Kali Ini Insya Allah Kami Akan Menyuguhkan Tema Tentang Bom Bunuh Diri Dalam Timbangan Islam. Benarkan Tindakan Para Pelaku Bom Bunuh Diri ,Apabila Ditimbang Dengan Timbangan Islam.Semoga Allah Menampakkan Kebenaran Sebagai Kebenaran Agar Kita Bias Mengikutinya Dan Menampakan Kebatilan Sebagai Kebatilan Agar Kita Bisa Menjauhinya .Hanya Kepada Allah Lah Kita Meminta Taufiq Dan Hidayahnya Agar Kita Bisa Menerapkan Agama Islam Pada Diri Kita ,Keluarga Dan Masyarakat Kita Sesuai Dengan Bimbingan Allah dan Rasulnya.
Bom Bunuh Diri Menurut Pandangan Syariat
Jihad Didalam Islam Merupakan Salah Satu Amalan Mulia Bahkan Memiliki Kedudukan Paling Tinggi ,Sebab Dengan Amalan Ini Seorang Muslim Harus Rela Mengorbankan Segala Yg Dimiliki Berupa Harta ,Jiwa ,Tenaga ,Waktu Dan Segala Kesenangan Dunia Untuk Menggapai Keridhaan Allah .Sebagaimana Yang Telah Difirmankan Allah Yang Artinya :Sesungguhnya Allah Telah Membeli Dari Orang-Orang Mukmin Diri Dan Harta Mereka Dengan Memberikan Surga Untuk Mereka Mereka Berperang Dijalan Allah Lalu Mereka Membunuh Atau Terbunuh (Itu Telah Menjadi)Janji Yang Benar Dari Allah Didalam Taurat Injil Dan Al Quran Dan Siapakah Yang Lebih Menepati Janjinya Selain Dari Pada Allah, Maka Bergembiralah Dengan Jual Beli Yang Kamu Lakukan Itu Dan Itulah Kemenangan Yang Besar (At-Taubah :1110)
Karena Amalan Jihad Merupakan Salah Satu Jenis Ibadah Yang Disyariatkan Oleh Allah ,Maka Didalam Mengamalkanyapun Harus Pula Memenuhi Kriteria Diterimanya Suatu Amalan ,Yaitu Ikhlas Dalam Beramal Dan Sesuai Dengan Tuntunan Rasulullah ,Jika Salah Satu Dari Kedua Syarat Tersebut Tidak Terpenuhi Maka Amalan Tersebut Tertolak .Hal Ini Telah Disebutkan Oleh Rasulullah. Sebagaimana Dalam Hadits Abu Musa Al-Asyari :Ada Seorang Badui Dating Kepada Nabi, Lalu Bertanya Ada Seorang Yang Berperang Karena Mengharapkan Ghanimah(Harta Rampasan Perang)Ada Seseorang Yang Berperang Agar namanya Disebut-Sebut, Ada Seseorang Yang Berperang Agar Mendapatkan Sanjungan .Manakah Yang Disebut Fisabillilah ?Maka Jawab Rasulullah :Barang Siapa Yang Berperang Agar Kalimat Allah Itulah Yg Tinggi Maka Itulah Yang Fisabilillah (Mutafaqun Alaihi)Telah Diriwayatkan Oleh Al Bukhari Dan Muslim Dalam Shahihnya Dari Abu Dzabyan Ia Berkata Aku Telah Mendengar Usamah Bin Zaid Bercerita Bahwa Rasulullah Telah Mengutus Kami (Memerangi Kaum Musyrikin)Kedaerah Huraqah.Lalu Kamipun Memerangi Mereka Dipagi Hari Secara Tiba-Tiba Akhirnya Kami dapat Mengalahkan Mereka Kemudian Aku Bersama Seseorang Dari Kalangan Anshor Mengejar Salah Seorang Dari Mereka .Ketika Kami Mendapatkan Dan Hendak Membunuhnya Dia Berkata Laa Ilaahaillalah ;Maka Anshari (Seorang Dari Kalangan Anshar)Tersebut Menahan Pedangnya ,Namun Aku Tetap Membunuhnya Degan Tombakku Hingga Mati Maka Ketika Kami Kembali Sampailah Berita Ini Kapada Nabi Lalu Beliau Berkata :Wahai Usamah Apakah Engkau Membunuhnya Setelah Dia Mengucapkan Laa Ilaaha Illallah? Aku Menjawab Dia Hanya Menjadikanya Perlindungan (Bukan Dari Hatinya )Maka Beliau Terus Menerus Mengulangi Ucapanya Sehingga Aku Berkeinginan Bahwa Aku Tidak Masuk Islam Kecuali Hari Itu (Karena Beliau Merasa Basar Kesalahan Yang Dilakukaya Sehingga Dengan Masuk Islam Bisa Manghapuskan Kesalahan Terdahulu)Riwayat Ini Menunjukan Bahwa Didalam Mengamalkan Agama Allah Tidak Cukup Hanya Dengan Semangat Belaka Namun Juga Harus Dibarengi Dengan Ilmu ,Agar Didalam Mengamalkan Suatu Amalan Dilakukan Diatas Bashiroa(Ilmu).Bunuh Diri Haram Secara Mutlak .Riwayat-Riwayat Yg datang Dari Rasulullah Menjelaskan Bahwa Membunuh Diri Sendiri Dengan Menggunaka Alat Apapun Merupakan Salah Satu Dosa Yang Sangat Besar Disisi Allah Berikut Ini Hadits-Hadits Yang Berkaitan Dengan Larangan Tersebut Diantaranya Adalah Apa Yang Diriwayatkan Oleh Bukhari (No.5778)Dan Muslim (No.158)Dari Abu Hurairah Ia Berkata ,Bersabda Rasulullah Yg Artinya: Barang Siapa Yang Membunuh Diri Dengan Besi Ditanganya Dia Akan Menikam Perutnya Didalam Neraka Jahanam Yang Kekal Nantinya Dan Dikekalkan Didalamnya Selama-Lamanya .Dan Barang Siapa Yang Meminum Racun Lalu Bunuh Diri Denganya Maka Dia Akan Meminumnya Perlahan-Lahan Didalam Neraka Jahanam Yang Kekal Dan Dikekalkan Untuk Selama-Lamanya .Dan Barang Siapa Yang Bunuh Diri Dengan Menjatuhkan Dirinya Dari Atas Gunung Dia Akan Jatuh Kedalam Neraka Jahanam Yang Kekal Dan Dikekalkan Didalamnya Untuk Selama-Lamanya .Diriwayatkan Pula Oleh Bukhari Dan Muslim Dari Tsabit Bin Dhahhak Bahwa Rosulullah Bersabda “Barang Siapa Yang Membunuh Dirinya Dengan Sesuatu Didunia Maka Dia Disiksa Dengan Alat Tersebut Pada Hari Kiamat .Diriwayatkan Pula Oleh Bukhari Dan Muslim Dari Abu Hurairah Ia Berkata ;Kami Bersama Rosulullah Pada Perang Khaibar Kemudian Beliau Berkata Pada Seseorang Yang Mengaku Dirinya Seorang Muslim ;”Orang Ini Dari Penduduk Neraka “ Ketika Terjadi Pertempuran Orang Tersebut Bertempur Dengan Sengitnya Lalu Terluka Dikatakan Kepada Beliau “Wahai Rosullulah Yang Engkau Katakan Bahwa Dia Dari Penduduk Neraka ,Sesungguhnya Pada Hari Ini Dia Ikut Bertempur Dengan Sengitnya Dan Dia Telah Mati “Jawab Rosulullah (Ia) Masuk Neraka .Hampir Saja Sebagian Manusia Ragu (Dengan Ucapan Tersebut )Ketika Mereka Dalam Keadaan Demikian ,Lalu Mereka Dikabari Bahwa Dia Belum Mati Akan Tetapi Terluka Dengan Luka Yang Sangat Parah .Ketika Malam Hari Dia Tidak Sabar Lagi Dan Bunuh Diri .Lalu Dikabarkan Kepada Nabi Tentang Hal Tersebut ,Lalu Beliau Berkata Allahu Akbar ,Aku Bersaksi Bahwa Sesungguhnya Aku Adalah Hamba Allah Dan Rosulnya Beliau merintahkan Bilal Untuk Berteriak Dihadapan Manusia(Mengumumkanya)”Sesungguhnya Tidaklah Ada Yang Masuk Surga Kecuali Jiwa Yang Muslim Dan Sesungguhnya Allah Menguatkan Agama Ini Dengan Laki-Laki Yang Fajir (Berbuat Dosa )Dalil-Dalil Diatas Sangat Jelas Mengharamkan Bunuh Diri Dengan Segala Macam Jenisnya Dan Dengan Cara Apapun .Inilah Yang Difahami Oleh Para Ulama Rahimahumullah ,Berkata Asy Syaikh Ibnu Utsaimin .,Intihar Adalah Bunuh Diri Secara Sengaja Dengan Sebab Apapun ,Dan Ini Diharamkan Dan Termasuk Dosa Yang Paling Besar (Fatawa Islamiyah ,4/519).Allah Berfirman Hai Orang-Orang Yang Beriman Taatilah Allah Dan Taatilah Rosulnya Dan Ulil Amri Diantara Kamu Kemudian Jika Kamu Berlainan Pendapat Tentang Sesuatu Maka Kembalikanlah Ia Kepada Allah(Al Quran Dan Rosul(Sunnahnya )Jika Benar –Benar Beriman Kepada Allah Dan Hari Kemudian Yang Demikian Itu Lebih Utama Bagimu Dan Lebih Baik Akibatnya (An-Nisa:59)FATWA ULAMA TENTANG BOM BUNUH DIRI ,Berikut Ini Adalah Fatwa Dari Al-Allamah Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin “Adapun Yang Dilakukan Oleh Sebagian Orang Berupa Intihar (Melakukan Bom Bunuh Diri )Dengan Cara Membawa Peledak (Bom) Kepada Sekumpulan Orang-Orang Kafir(Dalam Hal Ini Beliau Berbicara Tentang Permasalahan Palistina Dan Yahudi(Yang Notabene Adalah Orang Kafir )Lha Bagaimana Dengan Negara Indonesia Yang Mayoritasnya Beragama Islam ,Sungguh Berat Dosa Membunuh Seorang Muslim Tanpa Alasan Yang Dibenarkan Islam .Kalaupun Alasan Mereka Adalah Membunuh Orang Kafir Maka Tdak Semua Orang Kafir Boleh Dibunuh .Wallahu A”Lam Bish_Shawab.Ed) Kemudian Meledakanya Setelah Berada Ditengah-Tengah Mereka ,Sesungguhnya Ini Termasuk Bunuh Diri ,Wal”Iyadzu Billah .Barang Siapa Yang Membunuh Dirinya Maka Dia Kekal Dan Dikakalkan Di Dalam Neraka Jahanam Selamanya Sebagaimana Yang Terdapat Dalam Hadits Nabi Sebab Bunuh Diri Tidak Memberi Kemaslahatan Bagi Islam Karena Ketika Dia Bunuh Diri Dan Membunuh Sepuluh Atau Atau Seratus Atau Dua Ratus (Orang Kafir ) Tidaklah Memberi Manfaat Kepada Islam Dengan Perbuatan Tersebut .Dimana Manusia Tidak Masuk Kedalam Islam Berbeda Dengan Kisah Anak Muda Tersebut (Maksudnya Adalah Kisah Ashabul Ukhdud Yang Panjang ,Lihat Haditsnya Dalam Riyadhus Shalihin Hadits No .30 Bab Dabar ,Pen)Dan Boleh Jadi Yang Terjadi Musuh Justru Akan Semakin Keras Perlawananya Dan Menjadikan Darah Mereka Mendidih .Sehingga Semakin Banyaklah Kaum Muslimin Yang Terbunuh Sebagai Mana Yang Ditemukan Dari Perlakuan Yahudi Terhadap Penduduk Palestina .Jika Mati Salah Seorang Dari Mereka Dengan Sebab Peledakan Ini Dan Terbunuh Enam,Tujuh Maka Mereka Mengambil Dari Kaum Muslimin Dengan Sebab Itu Enam Puluh Orang Atau Lebih Sehingga Tidak Mendatangkan Manfaat Bagi Kaum Muslimin Dan Tidak Bermanfaat Pula Bagi Yang Diledakan Dibarisan-Barisan Mereka .Oleh Karena Itu ,Kami Melihat apa Yang Dilakukan Oleh Sebagian Manusia Berupa Tindakan Bunuh Diri ,Kami Anggap Bahwa Hal Itu Adalah Membunuh Jiwa Tanpa Hak Dan Menybabkan Masuknya Kedalam Neraka Wal Iyaudzu Billah .Dan Pelakunya Bukanlah Syahid .Namun Jika Seseorang Melakukan Itu Dengan Anggapan Bahwa Hal Tersebut Boleh .Maka Kami Berharap Agar Dia Selamat Dari Dosa ,Adapun Bila Dianggap Syahid ,Maka Tidak Demikian .Sebab Dia Tidak Menempuh Cara Untuk Mati Syahid .Dan Barang Siapa Yang Berijtihad Dan Dia Salah maka Baginya Satu Pahala (Syarah Riyadhus Shalihin 1/165.)

Kamis, 22 Oktober 2009

wanita yg terlambat meningkah?

Nasehat bagi wanita yang terlambat menikah
Ahad, 07 Desember 2003 - 11:55:16 :: kategori Fatwa-Fatwa
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin
.: :.
Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin ditanya:
"Saya ingin meminta saran kepada syaikh bahwa saya dan teman - teman senasib telah ditakdirkan untuk tidak merasakan nikmat nikah, sementara umur hampir menginjak masa putus harapan untuk menikah. Padahal Alhamdulillah saya dan teman - teman senasib memiliki akhlak yang cukup dan berpendidikan sarjana dan inilah nasib kita, Alhamdulillah. Yang membuat kaum lelaki tidak mau melamar kita disebabkan kondisi ekonomi yang kurang mendukung karena pernikahan di daerah kami dibiayai oleh kedua mempelai. Saya memohon nasehat syaikh untuk kami ?"

Jawaban:
Nasehat saya untuk yang terlambat menikah hendaknya selalu berdo'a kepada Allah dengan penuh harapan dan keikhlasan, dan mempersiapkan diri untuk siap menerima lelaki yang shalih. Apabila seseorang jujur dan sungguh-sungguh dalam do'anya, disertai dengan adab do'a dan meninggalkan semua penghalang do'a, maka do'a tersebut akan terkabulkan.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَyang artinya : "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. " (Al-Baqarah : 186).
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:"Dan Tuhanmu berfirman: وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ artinya "Berdo'alah kepada-Ku,niscaya akan Ku-perkenankan bagimu" (Al-Mukmin : 60).

Dalam ayat tersebut Allah menggantungkan terkabulnya do'a hamba-Nya setelah dia memenuhi panggilan dan perintah-Nya. Saya melihat, tidak ada sesuatu yang baik kecuali berdo'a dan memohon kepada Allah serta menunggu pertolongan dari-Nya.

Nabi Shalallahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ketahuilah sesungguhnya pertolongan diperoleh bersama kesabaran dam kemudahan selalu disertai kesulitan dan bersama kesulitan ada kemudahan."

Saya memohon kepada Allah untuk kalian dan yang lainnya agar dimudahkan oleh Allah dalam seluruh urusannya dan semoga segera mempertemukan kalian dengan laki-laki yang shalih yang hanya menikah untuk kebaikan dunia dan agamanya.

(Dikutip dari : Fatawal Mar'ah hal. 58, Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin)

nonton tv?

Bagaimana hukum menonton film, sandiwara, televisi ?
Kamis, 15 Januari 2004 - 02:10:56 :: kategori Fatwa-Fatwa
Penulis: Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani
.: :.
Hukum Televisi

Tanya:
Apa hukum televisi?

Jawab:
Tidak diragukan, bahwa keberadaan televisi dewasa ini hukumnya haram. Meskipun sebenarnya televisi, demikian juga radio, alat perekam, atau alat semacamnya merupakan bagian-bagian dari nikmat Allah Suhanahu wa Ta'ala yang diberikan kepada hamba-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ibrahim ayat 34: "Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menghitungnya."

Sebagaimana kita ketahui, pendengaran, penglihatan ataupun lidah adalah karunia Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai nikmat untuk hamba-hamba-Nya. Akan tetapi, kebanyakan nikmat ini menjadi adzab atas orang yang memilikinya. Sebab mereka tidak menggunakannya di jalan yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sementara itu, televisi, radio, alat perekam dan sejenisnya dikatakan sebagai nikmat, kapan hal itu terjadi ? Jawabnya, pada saat mempunyai nilai manfaat untuk umat.

Televisi dewasa ini, 99% banyak menayangkan nilai-nilai atau faham-faham kefasikan, perbuatan dosa, nyanyian haram, ataupun perbuatan yang mengumbar hawa nafsu, dan lain-lain sejenisnya. Hanya 1 % tayangan televisi yang dapat diambil manfaatnya. Jadi kesimpulan hukum televisi itu dilihat dari penayangan yang dominan.

Jika telah terdapat Daulah Islamiyah, dan dapat menerapkan kurikulum ilmiah yang berfaedah bagi umat, maka berkaitan dengan televisi untuk saat itu; saya tidak hanya mengatakan boleh (jaiz) tetapi wajib hukumnya.

(Dinukil dari al Ashalah 10/15 Syawal 1414 H hal. 40, Edisi Indonesia "25 fatwa", Fadhilatus Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah terbitan Semarang, 1995)

Tanya : Wanita Muslimah zaman sekarang banyak menghabiskan bulan Ramadhan dengan begadang di depan televisi atau video atau siaran dari parabola atau berjalan di pasar-pasar dan tidur, apa saran Anda kepada wanita Muslimah ini ?

Jawab :
Yang disyari'atkan bagi kaum Musimin baik pria mupun wanita adalah menghormati bulan Ramadhan, dengan menyibukkan dirinya pada perbuatan-perbuatan ketaatan serta menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat dan pekerjaan buruk lainnya di setiap waktu, lebih-lebih lagi di bulan Ramadhan karena kemuliaan Ramadhan. Begadang untuk menonton film atau sinetron yang ditayangkan televisi atau video atau lewat parabola atau mendengarkan musik dan lagu (saat ini media berkembang, VCD, DVD, IPod, MP3 player, via HP, red), semua perbuatan itu adalah haram dan merupakan perbuatan maksiat, baik di bulan Ramadhan ataupun bukan. Dan jika perbuatan itu dilakukan di bulan Ramadhan maka dosanya akan lebih besar.

Kemudian jika begadang yang diharamkan ini ditambah lagi dengan melalaikan kewajiban dan meninggalkan shalat karena tidur di siang hari, maka ini adalah perbuatan maksiat lainnya. Begitulah watak perbuatan maksiat, saling dukung mendukung, jika suatu perbuatan maksiat dilakukan maka akan menimbulkan perbuatan maksiat lainnya, begitu seterusnya.

Haram hukumnya wanita pergi ke pasar-pasar kecuali untuk keperluan yang mendesak. Keluarnya wanita harus sebatas keperluan dengan syarat ia harus menutup aurat serta menjauhkan diri dari bercampur dengan kaum pria atau berbicara dengan mereka kecuali sebatas keperluan hingga tidak menimbulkan fitnah. Dan hendaknya ia jangan terlalu lama keluar rumah hingga melalaikan shalatnya karena keburu tidur ketika sampai di rumah, atau menyia-nyiakan hak-hak suami dan anak-anaknya. [Majmu 'Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah, Syaikh Ibnu Baaz]

Tanya : Bagaimana hukumnya sandiwara (sinetron, film, red) ?

Jawab : Sandiwara, saya katakan tidak boleh karena:
Pertama: Di dalamnya melalaikan orang yang hadir, mereka memperhatikan gerakan-gerakan pemain sandiwara dan mereka senang(tertawa). Di dalamnya mengandung unsur menyia-nyiakan waktu. Orang Islam akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap waktunya. Dia dituntut untuk memelihara dan mengambil faedah dari waktunya, untuk mengamalkan apa-apa yang diridhai oleh Allah Ta'ala, sehingga manfaatnya kembali kepadanya baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana hadits Abu Barzah Al-Aslamy, dia berkata,'Telah bersabda Rasulullah, "Tidak bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga ditanya tentang umurnya, untuk apa dia habiskan. tentang hartanya darimana dia dapatkan, dan untuk apa dia infakkan. tentang badannya untuk apa dia kerahkan. " [Dikeluarkan Imam At Tirmidzi (2417) dan dia menshahihkannya]

Umumnya sandiwara itu dusta. Bisa jadi memberi pengaruh bagi orang yang hadir dan menyaksikan atau memikat perhatian mereka atau bahkan membuat mereka tertawa. Itu bagian dari cerita-cerita khayalan. Sungguh telah ada ancaman dari Rasulullah bagi orang yang berdusta untuk menertawakan manusia dengan ancaman yang keras. Yakni dari Muawiyah bin Haidah bahwasanya Rasulullah bersabda : "Celaka bagi orang-orang yang berbicara(mengabarkan) sedangkan dia dusta (dalam pembicaraannya) supaya suatu kaum tertawa maka celakalah bagi dia, celakalah bagi dia."[Hadits hasan dikeluarkan oleh Hakim(I/46), Ahmad(V/35) dan At-Tirmidzi(2315).]

Mengiringi hadits ini Syaikh Islam berkata, 'Dan sungguh Ibnu Mas'ud berkata,

"Sesungguhnya dusta itu tidak benar baik sungguh-sungguh maupun bercanda."

Adapun apabila dusta itu menimbulkan permusuhan atas kaum muslimin dan membahayakan atas dien tentu lebih keras lagi larangannya. Bagaimanapun pelakunya yang menertawakan suatu kaum dengan kedustaan berhak mendapat hukuman secara syar'i yang bisa menghalangi dari perbuatannya itu.[Majmu Fatawa(32/256)]

(Dinukil dari Edisi Indonesia Menepis Penyimpangan Manhaj Dakwah hal 84-93, Syaikh Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan)

masukan kata yg kalian cari....

pembuat blog ini

Foto saya
pekalongan, jawa tengah, Indonesia
"Sesungguhnya Islam itu berawal dalam keadaan asing (aneh), dan akan kenbali dalam keadaan asing (aneh) sebagaimana awalnya. Maka kebahagiaanlah bagi orang-orang yang asing (aneh). Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah orang-orang yang asing (aneh) itu?" Beliau menjawab, "Orang-orang yang melakukan kebaikan selagi manusia melakukan kerusakan." [HR. Ad-daulaby] Tentang Saya: Berharap termasuk dalam hadist berikut ; "Kebahagiaan bagi orang-orang yang asing (aneh), yaitu mereka yang berpegang kepada kitab Allah ketika ia ditinggalkan, dan mengetahui (mengamalkan) Sunnah tatkala ia dipadamkan." [HR. Ibnu Wadhdhah]

radio syiar sunnah

islamic menu