Siapa Bilang Pacaran Haram ??!!!
Oktober 9, 2009 — أبو محمد العصري
I. Pengantar Admin
زهرة 2Pembaca mulia, di antara musibah yang tersebar di tengah-tengah kaum muslim pada masa sekarang ini adalah mulai menipisnya rasa malu. Betapa tidak, apa yang dianggap tabu di masa salaf kini dianggap sebagai hal yang biasa. Apalagi, saat ini kita dihadapkan dengan arus teknologi yang demikian dahsyat. Allahu musta’an, sarana-sarana menuju pintu kemaksiatan demikian mudah didapat dengan biaya yang murah. Seiring dengan itu, rasa malu semakin terkikis, rasa cemburu pun ikut menipis, dan manusia pun semakin terjerumus dalam pelanggaran, tanpa merasa bahwa mereka berbuat dosa. Coba anda perhatikan di antara kawan-kawan Anda, atau bahkan teman ngaji anda. Siapa di antara mereka yang akun facebooknya bersih dari teman lawan jenis? Siapa di antara mereka yang membersihkan akun FBnya dari gambar-gambar makhluk bernyawa yang terlarang? Inilah realita yang terjadi, wallahu musta’an. Akhirnya, manusia pun menjadi lupa batasan syari’at dalam saling berkomunikasi kepada lawan jenis. Maka, tidak sedikit yang terjerumus ke dalam perbuatan pacaran, meskipun sebagiannya berdalih dengan alasan ta’aruf. Inna lillah! Maka, tukar foto pun menjadi hal yang dianggap biasa oleh kebanyakan orang, bahkan di antaranya dilakukan oleh sebagian yang sudah kenal ngaji. Ya Allah, sesungguhnya kuadukan mereka hanya kepada-Mu.
Saya teringat nasehat shahabat saya, al-akh al-ustadz Ibnu (pengajar hafalan kitab-kitab aqidah di Ma’had Al-Irsyad tengaran) yang mengatakan,
“Sesungguhnya anugerah Allah tidak akan diraih dengan cara maksiat”
Engkau benar sekali wahai shahabatku – بارك الله فيك -.
Thoyyib ikhwaaan. Silakan kalian add sebanyak-banyaknya akhwat di akun kalian! Silakan kalian berta’aruf dengan wanita yang kalian suka!!! Adapun kami, walhamdulillah, akan katakan sebagaimana yang sering dikatakan orang Arab terdahulu,
إذا سقط الذباب على طعام … رفعت يدي و نفسي تشتهيه
و تجتنب الأسود ورود ماء … إذا كان الكلاب ولغن فيه
Jika lalat jatuh ke makanan, maka tangan ini mengangkatnya,…
Walaupun diri ini menginginkannnya…
Dan singa akan menjauhi aliran air,
Jika air itu pernah dijilat anjing….
Sebagai nasehat dan renungan, saya nukilkan sebuah risalah yang ditulis oleh salah satu shahabat terbaik saya, teman زهرة 3KKN, teman ngaji, teman diskusi, sekaligus guru saya dalam kitab Qowa’idul Hisan karya Syaikh Abdurrahman As-Sa’di, Al-Akh Abu Halim Aditya Budiman, yang beliau tulis di blog wisma Al-Hijroh http://alhijroh.co.cc/ Beliau membahas masalah yang kini mulai menjamur di tengah-tengah kaum muslimin, yaitu PACARAN. Semoga Allah membalas beliau dengan kebaikan yang banyak.
—————————————-
Segala puji hanya milik Allah ‘Azza wa Jalla. Hanya kepadaNya kita memuji, meminta tolong, memohon ampunan, bertaubat dan memohon perlindungan atas kejelekan-kejelekan diri dan amal-amal yang buruk. Barangsiapa yang diberi Allah petunjuk maka tidak ada yang dapat menyesesatkannya dan barangsiapa yang Allah sesatkan maka tidak ada yang dapat memberikannya hidayah taufik. Aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan tiada sekutu baginya. Aku bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hambaNya dan UtusanNya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya dan para sahabatnya ridwanulloh ‘alaihim jami’an.
Adalah suatu hal yang telah menyebar luas dikalangan masyarakat sebuah kebiasaan yang terlarang dalam islam namun sadar tak sadar telah menjadi suatu hal yang sangat sering kita lihat bahkan sebahagian orang menganggapnya adalah suatu hal yang boleh-boleh saja, kebiasan tersebut adalah apa yang disebut sebagai pacaran. Oleh karena itu maka penulis mencoba untuk memaparkan sedikit tinjauan islam tentang hal ini dengan harapan penulis dan pembaca sekalian dapat memahami bagaimana islam memandang pacaran serta kemudian dapat menjauhinya.
Pacaran yang dikenal secara umum adalah suatu jalinan hubungan cinta kasih antara dua orang yang berbeda jenis yang bukan mahrom dengan anggapan sebagai persiapan untuk saling mengenal sebelum akhirnya menikah[1]. Inilah mungkin definisi pacaran yang banyak tersebar dikalangan muda-mudi. Maka atas dasar inilah kebanyakan orang menganggap bahwa hal ini adalah suatu yang boleh-boleh saja, bahkan lebih parahnya lagi dianggap aneh kalau menikah tanpa pacaran terlebih dahulu –wal ‘iyyadzubillah –. Lalu jika demikian bagaimanakah tinjauan islam tentang hal ini? Berikut penulis coba jelaskan sedikit kepada pembaca –sesuai dengan ilmu yang sampai kepada penulis– bagaimana islam memandang pacaran.
Pacaran adalah suatu yang sudah jelas keharamannya dalam islam, dalil tentang hal ini banyak sekali diantaranya adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla :
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan seburuk-buruk jalan”. (Al Isra’ [17] : 32).
Ayat ini adalah dalil tegas yang menunjukkan haramnya pacaran. Berkaitan dengan ayat ini seorang ahli tafsir Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di –rahimahullah- mengatakan dalam tafsirnya,
“Larangan mendekati suatu perbuatan nilainya lebih daripada semata-mata larangan melakukan suatu perbuatan karena larangan mendekati suatu perbuatan mencakup larangan seluruh hal yang dapat menjadi pembuka/jalan dan dorongan untuk melakukan perbuatan yang dilarang”.
Kemudian Beliau –rahimahullah- menambahkan sebuah kaidah yang penting dalam hal ini,
“Barangsiapa yang mendekati suatu perbuatan yang terlarang maka dikhawatirkan dia terjatuh pada suatu yang dilarang”[2].
Hal senada juga sebelumnya dikatakan penulis Tafsir Jalalain demikian juga Asy Syaukani –rahimahullah- namun Beliau menambahkan,
“Jika suatu yang haram itu telah dilarang maka jalan menuju keharaman tersebut juga dilarang dengan melihat maksud pembicaran”[3].
Bahkan diakatakan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin –rahimahullah-,
“termasuk dalam ayat ini larangan melihat wanita yang bukan istrinya (yang tidak halal baginya, pen.), mendengarkan suaranya, menyentuhnya, sama saja apakah ketika itu dia sengaja untuk bersenang-senang dengannya ataupun tidak”[4].
Dari penjelasan para ulama ini jelaslah bahwa pacaran dalam islam hukumnya haram karena pacaran termasuk dalam perkara menuju zina yang Allah haramkan ummat nabiNya untuk mendekatinya.
Jika ada yang mengatakan bahwa pacaran belumlah dapat dikatakan sebagai perbuatan menuju zina, maka kita katakan kepadanya bukankah orang yang paling tahu tentang perkara yang dapat mendekatkan ummatnya ke surga dan menjauhkannya dari api neraka (yaitu Allah-ed) telah mengatakan :
وَ احْفَظُوْا فُرُوْجَكُمْ وَ غَضُّوْا أَبْصَارَكُمْ وَ كَفُّوْا أَيْدِيَكُمْ
“Jagalah kemaluan kalian, tundukkanlah pandangan-pandangan kalian dan tahanlah tangan-tangan kalian”.[5]
Dalam hadits yang mulia ini terdapat perintah untuk menundukkan pandangan dan hukum asal dari suatu perintah baik itu perintah Allah ‘Azza wa Jalla ataupun perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wajib dan adanya tunututan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan dengan segera[6]. Maka jelaslah bahwa pacaran adalah suatu yang diharamkan dalam islam.
Kemudian jika ada yang mengatakan kalau seandainya pacaran tidak dibolehkan maka bagaimanakah dua orang insan bisa menikah padahal mereka belum saling kenal? Maka kita katakan pada orang yang beralasan demikian dengan jawaban yang singkat namun tegas bukankah petunjuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik petunjuk? Bukankah Beliau adalah orang yang paling kasih kepada ummatnya tidak memberikan petunjuk yang demikian? Firman Allah ‘Azza wa Jalla,
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, amt berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”. (At Taubah [9] : 128).
Kata حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ pada ayat di atas ditafsirkan oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di –rahimahullah- sebagai berikut,
“Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang mencintai kebaikan kepada kita ummatnya, mengerahkan seluruh kesungguhannya dalam rangka menyampaikan kebaikan kepada mereka, bersemangat untuk dapat memberikan hidayah (irsyad, pent.) berupa iman kepada mereka, tidak suka jika kejelekan menimpa mereka dan menegerahkan seluruh usahanya untuk menjauhkan mereka dari kejelekan”[7].
Dengan demikian, ayat di atas jelas menunjukkan bahwa Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling kasih pada ummatnya dan paling menginginkan kebaikan untuk mereka namun Beliau tidaklah mengajarkan kepada ummatnya yang demikian. Simak pula sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِىٌّ قَبْلِى إِلاَّ كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ
“Sesungguhnya tidak ada Nabi sebelumku kecuali wajib baginya menunjukkan kepada umatnya kebaikan yang dia ketahui untuk umatnya, dan mengingatkan semua kejelekan yang dia ketahui bagi umatnya…”.[8]
Maka hendak kemanakah lari orang yang berpendapat kalau seandainya pacaran tidak dibolehkan maka bagaimanakah dua orang insan bisa menikah padahal mereka belum saling kenal? Bukankah Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan dan mempraktekkan bagaimana tatacara menuju pernikahan? Apakah Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajarkan kepada kita cara mencari pasangan hidup dengan pacaran? Wahai pengikut hawa nafsu hendak kemanakah lagi engkau palingkan sesuatu yang telah jelas dan gamblang ini ??!!! Kalau seandainya yang demikian dapat mengantarkan kepada kebaikan tentulah Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkannya kepada kita.
Sebagai penutup kami nukilkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang posisi shaf laki-laki dan perempuan dalam sholat, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan :
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
“Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang pertama, sejelek-jeleknya adalah yang paling akhir dan Sebaik-baik shaf perempuan adalah yang paling akhir, sejelek-jeleknya adalah adalah yang paling awal”.[9]
Maka renungkan wahai saudaraku apakah lebih layak orang –bukan suami istri– yang tidak sedang dalam keadaan beribadah kepada Allah untuk berdekatan, berdua-duan dan bermesra-mesraan serta merasa aman dari perbuatan menuju zina padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia mengatakan yang demikian !!!?? Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan :
ما نَهَيتُكُمْ عَنْهُ ، فاجْتَنِبوهُ
“Semua perkara yang aku larang maka jauhilah”[10]
.
Allahu Ta’ala a’lam bish showaab, mudah-mudahan yang sedikit ini dapat menjadi renungan bagi orang-orang yang masih melakukannya dan bagi kita yang tidak mudah-mudahan Allah jaga anak keturunan kita darinya.
Menjelang malam, 17 Jumadi Tsaniyah 1430/11 Juni 2009.
Abu Halim Budi bin Usman As Sigambali
Yang selalu mengharap ampunan Robbnya
[1] Jika tujuannya seperti ini saja terlarang bagaimana jika tidak dengan tujuan yang demikian semisal hanya ingin berbagi rasa duka dan bahagia ??!! Tentulah hukumnya lebih layak untuk dikatakan haram.
[2] Lihat Taisir Karimir Rahman fi Tafsiri Kalaamil Mannan hal. 431 terbitan Dar Ibnu Hazm Beirut, Libanon.
[3] Lihat Fathul Qodhir hal. 258, terbitan Maktabah Syamilah.
[4] Lihat Syarh Al Kabair hal. 60 terbitan Darul Kutub Al Ilmiyah, Beirut, Lebanon.
[5] HR. Ibnu Khuzaimah no. 91/III, Ibnu Hibban no. 107, Al Hakim no. 358-359/IV, Ahmad no. 323/V, Thobroni no. 49/I dan Baihaqi no. 47/II, dan dihasankan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1525.
[6] Lihat Ushul Min Ilmi Ushul oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin –rahimahullah- hal. 24 terbitan Darul Aqidah Iskandariyah, Mesir.
[7] Lihat Taisir Karimir Rahman fi Tafsiri Kalaamil Mannan hal. 334 terbitan Dar Ibnu Hazm Beirut, Libanon.
[8] HR. Muslim no. 1844 dari jalan Ibnu Amr radhiyallahu ‘anhu.
[9] HR. Muslim no. 132 dan lain-lain.
[10] HR. Bukhori no. 7288, Muslim no. 1337.
Ditulis dalam Cinta, Nasehat. Tag: Cinta, Nafsu, Nasehat, Nikah, Pacaran. 6 Komentar »
6 Tanggapan ke “Siapa Bilang Pacaran Haram ??!!!”
1.
أبو محمد العصري Says:
Oktober 9, 2009 pukul 23:34
Siapa bilang pacaran haram?
JAWAB:
Yang menyatakan keharamannya adalah dalil-dalil syar’i.
2.
amir Says:
Oktober 11, 2009 pukul 09:04
http://salafiyunpad.wordpress.com/2009/10/11/download-audio-ada-apa-dengan-salafy-menyoal-antara-wahhabiyah-dengan-terorisme-ust-dzulqornain-baru/
3.
noor Says:
Oktober 21, 2009 pukul 06:23
haram atau tidakny tergantung pada justifikasi makna definnisi dari pacaran itu sendiri, pelaksanaannya serta waktu nya
4.
أبو محمد العصري Says:
Oktober 21, 2009 pukul 06:41
# Ibu Noor – بارك الله فيك -
=> sepertinya ini adalah hal yang sudah Ibu tanyakan pula di blog kawan saya.
=> saya jawab:
Sesungguhnya, perubahan nama tidak akan mengubah hakikat. Adapun istilah yang digunakan kawan saya tersebut (Akh Budi) adalah istilah yang sering digunakan masyarakat pada umumnya. Jika disebut kata “PACARAN”, konotasi orang pada umumnya pasti mengarah pada hubungan antara laki-laki dengan perempuan yang belum dijalin suatu ikatan resmi dalam rangka pendekatan satu sama lain, dan yang terjadi pada umumya adalah masing-masing pihak akan saling bermudah-mudahan dalam berkomunikasi, entah via SMS, HP, Chatting, bertemu, bergandengan, dll -wal-iyadzu billah-.
Maka, untuk memperhalus istilah ini, ada yang menggunakan kata “TA’ARUF” agar keliahatan lebih syar’i. Entah pacaran, entah ta’aruf, yang pasti nama tidak akan mengubah hakikat.
Ibu, tolak ukur kita adalah aturan syar’i. Jika ada saudara/saudari yang menggunakan istilah TA’ARUF, namun ia tidak menjaga dirinya dari hal-hal yang dilarang dalam syari’at, maka itu sama saja => Dia tetap melakukan perbuatan haram
Saya juga ingin memberi nasehat kepada saya, demikian pula kepada pembaca blog ini bahwa Anugerah Allah Tidak Mungkin Diraih dengan Cara Maksiat. Betapa banyak ikhwan-akhwat sudah menikah, namun ketika proses awal mereka berkenalan dulu, dilalui dengan cara-cara yang tidak pantas dilakukan. Hendaknya jangan merasa bahwa jika sudah menikah, dosa yang lalu akan dibiarkan saja oleh Allah, jika ia belum bertaubat. Terkadang, Allah akan timpakan musibah tanpa ia sadari bahwa itu adalah akibat dosa yang dulu ia lakukan, entah dalam bentuk anaknya tidak berbakti, suaminya kurang menjaga hal-hak istri atau serong dengan wanita lain, rizkinya dipersulit, atau bahkan ia akan diberi harta yang melimpah dari Allah, tetapi di sisi lain ALLAH KUNCI HATINYA sehingga ia lalai dari Allah, dan Allah sesatkan dirinya
Wallahu a’lam
Minggu, 01 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
masukan kata yg kalian cari....
pembuat blog ini
- Nur Rochman
- pekalongan, jawa tengah, Indonesia
- "Sesungguhnya Islam itu berawal dalam keadaan asing (aneh), dan akan kenbali dalam keadaan asing (aneh) sebagaimana awalnya. Maka kebahagiaanlah bagi orang-orang yang asing (aneh). Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah orang-orang yang asing (aneh) itu?" Beliau menjawab, "Orang-orang yang melakukan kebaikan selagi manusia melakukan kerusakan." [HR. Ad-daulaby] Tentang Saya: Berharap termasuk dalam hadist berikut ; "Kebahagiaan bagi orang-orang yang asing (aneh), yaitu mereka yang berpegang kepada kitab Allah ketika ia ditinggalkan, dan mengetahui (mengamalkan) Sunnah tatkala ia dipadamkan." [HR. Ibnu Wadhdhah]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar